Radar Surabaya, 28 Oktober 2012
Judul Buku: Tembakau Negara dan Keserakahan Modal Asing
Penulis: Herjuno Ndaru
Kinasih, dkk.
Penerbit: Indonesia Berdikari
Cetakan: I, 2012
Tebal: 188 Halaman
Tembakau merupakan komoditas yang memiliki
signifikansi di bidang pertanian, keuangan, dan juga perdagangan. Tembakau selain
menjadi komoditas andalan petani di berbagai negara, juga mempunyai kontribusi
yang besar terhadap keuangan negara melalui cukai dari produksi, distribusi,
dan konsumsi rokok.
Bisnis tembakau merupakan bisnis besar yang
melibatkan banyak aktor di banyak negara. Di Indonesia, tembakau merupakan
komoditas yang memiliki daya tahan terhadap krisis ekonomi sebagaimana terjadi
pada tahun 1997-1998 lalu. Bahkan, komoditas ini mampu mendongkrak devisa negara.
(Halaman 165)
Tidaklah mengherankan jika kemudian beberapa
negara menerapkan kebijakan yang dirasa mampu menopang bisnis tembakau dalam
negeri mereka. Amerika Serikat misalnya, menerapkan Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act, sebuah kebijakan
yang secara eksplisit menunjukkan pemberlakuan hambatan non-tarif terhadap
produk tembakau impor.
Buku berjudul lengkap Tembakau Negara dan Keserakahan Modal Asing ini, lahir hasil penelitian sosial yang menggunakan
pendekatan kualitatif dengan melakukan perbandingan kebijakan di berbagai negara.
Ditulis oleh tiga orang peneliti Indonesia; Herjuno Ndaru Kinasih,
Rika Febriani, dan Sulistyoningsih.
China, Brasil, india, dan Amerika Serikat
merupakan negara produsen daun tembakau terbesar di dunia. Tahun 2002 keempat negara
tersebut memproduksi 4,0 juta ton tembakau atau 64 % dari produksi tembakau
dunia, dan naik menjadi 67 % lima tahun kemudian. Sementara Indonesia hanya
memproduksi 165 ribu ton pada tahun 2007, dengan 42 triliun rupiah yang
diterima negara (Halaman 20).
Pasar tembakau global bernilai US$ 378 miliar,
dengan pertumbuhan 4,6 % pada tahun 2007. Tahun ini nilai pasar tembakau global
diproyeksikan meningkat 23 %, mencapai US$ 464,4 miliar. Besarnya ceruk
keuntungan yang dapat diraup dari bisnis ini, menjadikan beberapa negara
berusaha mengoptimalkan pendapatan dari tembakau. (Halaman 110)
Pemerintah Amerika Serikat telah lama memiliki
program untuk membantu petani tembakau, salah satunya adalah program bantuan
harga tembakau (tobacco price support
program). Dibuat untuk mendukung pendapatan dan menstabilkan harga tembakau
yang diterima petani. Intinya, petani tembakau menerima dukungan dari
pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Hasilnya, pertanian dan industri tembakau
memberikan sumbangan besar setiap tahunnya terhadap perdagangan komoditas
Amerika. Hasil ekspor tembakau unmanufactured
Amerika pada tahun 2009 mencapai 179 ribu metrik ton, meningkat dari 173 ribu
metrik ton pada 2008, dengan nilai ekspor tahun 2009 sebesar US$ 1,2 juta.
Lain Amerika, lain pula China. Industri tembakau
di negara ini mengadopsi sistem kepemimpinan terpadu, manajemen vertikal, dan
monopoli operasi. The State Tobacco Monopoly Administration dan China National
Tobacco Corporation bertanggung jawab untuk manajeman terpusat terhadap seluruh
elemen yang terkait dengan industri tembakau di negara tersebut.
Perusahaan tembakau negara diharuskan membeli,
pada harga tetap, seluruh daun tembakau yang diproduksi petani pada areal
tanaman yang dikontrak. Pemerintah memiliki kontrol yang efektif melalui
perencanaan produksi, mengontrak areal, menetapkan harga, dan mengendalikan
pemasaran. Pemerintah juga terlibat secara langsung dalam mengendalikan
produksi petani.
Pemerintah China sangat menyadari, mereka
membutuhkan industri tembakau untuk menopang pembangunan ekonominya. Hasilnya,
selama Januari–Juni 2007, industri tembakau China mendaftarkan lebih dari 200
miliar Yuan (US$ 27 miliar) dalam keuntungan sebelum pajak. (Halaman 47-53)
Iroisnya, pemerintah Indonesia memiliki sikap
yang berbeda dengan negara-negara tersebut. Pemerintah tidak memiliki aturan
khusus dalam industri dan pertanian tembakau. Hal ini pula yang menyebabkan
banyaknya perusahaan multinasional tembakau yang leluasa beroperasi di negara
ini.
Padahal, tembakau memiliki peran yang cukup nyata
dalam perekonomian nasional sebagai sumber penerimaan negara dan cukai.
Tercatat, 51 triliun rupiah masuk ke kas negara pada tahun 2008, dan pada tahun
2011 menjadi 60,7 triliun. Sayangnya peningkatan tersebut disebabkan kebijakan
peningkatan harga jual eceran, sementara produksi rokok cenderung menurun.
Buku setebal 188 Halaman ini, mendedah kebijakan investasi dan perdagangan negara-negara
yang menjadi aktor utama dalam pertanian dan industri tembakau. Selain itu,
strategi dalam melindungi industri nasional dari persaingan global dan
dipaparkan berdasarkan fakta-fakta yang bisa dipertanggung jawabkan.
Tujuannya, agar pembaca memahami gurita bisnis tembakau dunia serta mampu bersikap secara lebih komprehensif
atas isu-isu seputar bisnis tembakau, seperti isu kesehatan yang kerap menjadi
batu sandungan industri ini di tanah Air. Selamat membaca.
No comments:
Post a Comment