Monday, May 13, 2013

Rekam Jejak Sang Ketua MK

Koran Sindo, 12 Mei 2013

Judul Buku: Kontroversi Mahfud MD
Penulis: Rita Triana Buadiarta 
Penerbit: Konstitusi Press
Cetakan: Januari 2013
Tebal: 268 Halaman

Kehadirannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) seolah menjadi obat penenang bagi sebagian besar rakyat Indonesia yang gelisah atas hilangnya rasa keadilan serta lemahnya penegakan hukum di Tanah Air.

Hal ini dikarenakan kompetensi dan kredibilitasnya sebagai pimpinan MK dianggap mampu memberikan bukti sekaligus harapan positif bagi penegakan hukum dan konstitusi di Indonesia. Selain itu, hukum di negeri ini sejatinya memang memerlukan seorang pejuang hukum yang cerdas sekaligus berintegritas.

Namun, sebagaimana umumnya ide-ide progresif, kontroversi kerap mengitari sepak terjang sosok bernama lengkap Mohammad Mahfud MD ini. Rupanya kontroversi bukan hanya terjadi pada keputusan-keputusannya di MK, namun juga dalam beberapa fragmen kehidupan pribadinya sebagaimana yang dituturkan dalam buku berjudul Kontroversi Mahfud MD ini. 

Salah satunya adalah ketika terpilih menjadi ketua MK pada tahun 2008, sang istri merupakan orang terakhir yang mendengar berita tersebut. Peristiwa ini seolah mengulang apa yang terjadi pada 14 maret 2008 ketika Mahfud menjadi hakim konstitus menggantikan Achmad Roestandi yang pensiun.

Alasannya, ketika proses pemilihan selesai, Mahfud sedang terbang menuju Yogyakarta untuk menjalankan tugasnya mengajar di berbagai kampus di Kota Gudeg tersebut setiap hari Jum’at. Dan karena kesibukannya ia tak sempat untuk memberitahu sang istri hingga kembali ke Jakarta dan pulang ke rumah pada dini hari. 

Pria kelahiran Sampang Madura 13 Mei 1957 ini memang tidak suka melibatkan istri serta keluarga dalam pekerjaannya. Dengan tegas ia melarang sang istri dan anak-anaknya untuk ikut mengarahkan kegiatan, kebijakan, apalagi sampai memperkenalkan orang yang punya proyek ke kantor. Termasuk memperkenalkan orang yang punya kepentingan perkara. (Halaman 28)

Meski demikian, tetap saja tidak sedikit orang yang memanfaatkan kesempatan dengan mencatut namanya demi melakukan penipuan dan pemerasan terhadap pihak-pihak yang tengah berperkara di MK. Modusnya bermacam-macam, mulai dari mengaku sebagai Ketua MK, Sekjen, Panitera, bahkan tak segan mengaku sebagai istri pimpinan MK.

Ceritanya seorang yang mengaku bernama Mahfud MD menghubungi via telepon Ramses Ohee yang berasal dari Papua, salah seorang yang sedang berperkara di MK. Si penelepon berjanji akan memenangkan gugatannya jika ia membayar uang sebesar Rp.85juta ke rekening istrinya yang bernama Riska Handayani. Ia pun memenuhi permintaan tersebut. 

Karena perkaranya tidak kunjung diputus, Ramses berinisiatif untuk mengirimkan surat kepada Ketua MK untuk menanyakannya lengkap dengan pemberitahuan bahwa ia telah mengirimkan uang sebagaimana diminta ketua MK. Pada sidang pembacaan putusan Undang-undang Otonomi Khusus Papua, Mahfud pun menegur si penggugat sambil mengingatkan bahwa seharusnya perkara tersebut dilaporkan ke Kepolisian karena merupakan penipuan. Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa istrinya hanya satu, bernama Zaizatun Nihayati. (Halaman 113-126)

Namun yang paling menggegerkan masyarakat Indonesia adalah keputusannya untuk memutar rekaman rekayasa kriminalisasi terhadap Bibit Waluyo dan Chandra Hamzah, dua orang yang menjabat sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan korupsi saat itu, pada tanggal 3 November 2009 secara terbuka.

Rekaman itu sangat telanjang. Tim 8 yang dibentuk Presiden untuk menemukan fakta dalam kasus tersebut, ikut terkaget-kaget mendengarnya. Yang lebih mengagetkan lagi, ternyata ada oknum aparat penegak hukum dapat didikte dengan mudah oleh orang luar untuk mengarahkan satu perkara. 

Pemutaran rekaman tersebut disatu sisi dapat membuka tabir yang menyelimuti kasus tersebut, namun di sisi lain melahirkan kontroversi. Bahkan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar, mempertanyakan relevansi pemutaran rekaman itu di persidangan. Sedangkan menurut Mahfud, setiap bukti yang relevan dengan pengujian undang-undang bisa diputar di persidangan MK. (Halaman 193)

Buku setebal 268 halaman ini, berusaha untuk menghadirkan kepada para pembaca rangkuman peristiwa-peristiwa penting yang terjadi sejak Mahfud MD diangkat sumpah sebagai hakim konstitusi dalam rentang waktu antara Agustus 2008 hingga akhir 2009. 

Sebuah rentang waktu yang penuh gejolak dalam sejarah politik di Indonesia. Berbagai peristiwa politik, muali dari pemilihan umum legislatif, pemilihan Presiden, hingga dugaan kriminalisasi pimpinan KPK yang menggemparkan, terjadi pada kurun waktu itu.

Dengan kepemimpinan Mahfud MD, terbukti MK mampu melewati semuanya dengan sangat baik sehingga mampu mengerek wibawa institusi tersebut. Bahkan, dapat dikatakan MK merupakan satu-satunya institusi negara yang mendapat pujian serta kepercayaan penuh rakyat mengingat kinerjanya selama ini.   

Sebagaimana diharapkan oleh Rita Triana Buadiarta, penulisnya, kehadiran buku ini dimaksudkan tidak sekedar menjadi dokumentasi yang mencatat sepak terjang seorang negarawan yang konsisten memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Lebih penting dari itu adalah menginspirasi lahirnya Mahfud MD-Mahfud MD baru di Indonesia.           



No comments:

Post a Comment