Koran Jakarta, 13 Januari 2012
Judul Buku: Jerusalem: The Biography
Judul Buku: Jerusalem: The Biography
Penulis: Simon Sebag Montefiore
Penerbit: Alvabet
Cetakan: I, Januari 2012
Tebal: 822 Halaman
“begitu gigih diperjuangkan. Orang-orang di jalanan tergoda untuk mengetahuinya. Raja-raja dan para pemimpin berlomba-lomba untuknya” Demikian komentar sejarawan muslim yang sangat masyhur, Ibnu khaldun, mengenai kota ini.
Sebuah kota yang memiliki luas teritori hanya 100 x 150 mil, terbentang di antara sudut tenggara Mediterania dan Sungai Yordan. Meski demikian, Yerusalem, demikian nama kota ini, dulu pernah dipandang sebagai pusat dunia, pertarungan antar-agama Abrahamik, tempat suci bagi fundamentalisme Kristen, Yahudi, dan Islam yang kian populer.
Buku berjudul lengkap Jerusalem: The Biography ini, menceritakan secara kronologis melalui kehidupan laki-laki dan perempuan, tentara dan nabi, penyair dan raja, petani dan musisi, dan keluarga-keluarga yang telah membentuk dan menjaga serta memelihara Yerusalem selama beberapa milenia.
Ditulis berdasarkan sebuah sintesis hasil pembacaan luas terhadap sumber-sumber primer, kuno dan modern, melalui seminar-seminar pribadi dengan para spesialis, professor, arkeolog, serta berdasarkan pada kunjungan-kunjungan langsung Simon Sebag Montefiore, penulisnya, ke Yerusalem yang tak terhitung jumlahnya.
Harus diakui, bahwa Yerusalem merupakan sebuah tempat yang begitu menggoda sehingga digambarkan dalam literatur sakral Yahudi dengan ciri-ciri feminism; perempuan hidup yang selalu tampil sensual, selalu tampil cantik, kadang-kadang seperti seorang pelacur, terkadang pula seperti seorang putri terluka yang ditinggal sang kekasih.
Kota yang telah luruh dan terus mengalir, tidak pernah diam, selalu dalam keadaan transformasi, seperti sebuah tanaman yang berubah bentuk, ukuran, bahkan warna, namun selalu tetap berakar pada tempat yang sama. Sebuah kota yang terus berubah, yang timbul dan tenggelam, dibangun kembali dan dihancurkan berkali-kali.
Pertarungan tiada henti demi kota ini; pembantaian-pembantaian, kezaliman, perang, terorisme, pengepungan dan malapetaka telah menjadikan Yerusalem sebagai ajang peperangan, rumah jagal agama-agama, rumah kuburan, atau meminjam istilah Edward Said sebagai tempat yang mengingatkannya pada kematian. Dan pola ini nampaknya semakin menjadi seiring berdirinya Negara Israel.
Terlepas dari semua wajah mengerikan yang ditampilkannya, Yerusalem adalah sebuah tema, sebuah titik tumpu (fulcrum), sebuah tulang punggung, dari sejarah dunia. Popularitasnya bukan karena faktor strategis maupun ekonomis, tapi karena factor ideologis-teologis yang menawarkan kesucian. Tempat Ibrahim, Daud, Isa, dan Muhammad diceritakan telah memijakkan kakinya di bebatuan Yerusalem.
Yerusalem memang kota suci, sayangnya ia selalu menjadi sarang takhayul dan kefanatikan; dambaan dan sasaran rebutan aneka kekaisaran, walau tak punya nilai startegis; rumah kosmopolitan bagi banyak sekte, dan masing-masing yakin kota itu hanya milik mereka, sebuah kota dengan banyak tradisi yang masing-masing begitu sektarian sehingga menihilkan yang lain.
Buku setebal delapan ratus dua puluh dua halaman ini, berisi sejarah Yerusalem sebagai pusat dunia. Kendati demikian, tidak dimaksudkan sebagai ensiklopedia dari setiap aspek Yerusalem, atau buku panduan yang utuh. Dengan kata lain, buku ini tidak berisi tentang Yudaisme, Kristen atau Islam, juga bukan studi tentang sifat Tuhan. Melainkan sejarah Yerusalem dalam pengertian yang paling luas untuk pembaca umum, apakah mereka atheis, beriman, Yahudi, Kristen atau Muslim, tanpa satu agenda politis.
Dilengkapi dengan hampir seratus halaman catatan kaki, peta, serta pohon keluarga para penguasa Yerusalem yang terbentang mulai dari kisah Raja Daud sebagai pendiri Yerusalem, hingga keluarga-keluarga bangsawan yang masih eksis hingga kini, kuat dugaan bahwa buku ini merupakan hasil kerja sangat serius dan sangat panjang dari penulisnya.
Dikemas dengan detail yang menarik. Kisah mencekam tentang perang, pengkhianatan, pemerkosaan, pembantaian, penyiksaan sadis, fanatisme, permusuhan, korupsi, kemunafikan, sekaligus spiritualitas, memungkinkan pembaca untuk merasakan berbagai emosi; baik simpati maupun amarah, pada setiap penggalan kisahnya. Buku ini seolah mengajak pembaca untuk melakukan ziarah ke Yerusalem.
lihat di http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/83406
lihat di http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/83406
No comments:
Post a Comment