Jateng Pos, 10 Februari 2013
Judul Buku: Segitiga
Tragedi
Penulis: Dr. Ibnu
Burdah
Penerbit: Ircisod
Cetakan: I, 2012
Tebal: 160 Halaman
Tanah Palestina, merupakan kawasan yang telah luruh dan
terus mengalir, tidak pernah diam, selalu dalam keadaan transformasi, seperti
sebuah tanaman yang berubah bentuk, ukuran, bahkan warna, namun selalu tetap
berakar pada tempat yang sama. Sebuah kota yang terus berubah, yang timbul dan
tenggelam, dibangun kembali dan dihancurkan berkali-kali.
Pertarungan tiada henti demi tanah ini;
pembantaian-pembantaian, kezaliman, perang, terorisme, pengepungan dan
malapetaka telah menjadikan Palestina sebagai ajang peperangan, rumah jagal
agama-agama, rumah kuburan, atau meminjam istilah Edward Said sebagai tempat
yang mengingatkannya pada kematian. Dan pola ini nampaknya semakin menjadi
seiring berdirinya Negara Israel.
Berdirinya negara Israel
pada 14 Mei 1948 yang diarsiteki kaum Zionis, disponsori Inggris, dan
dilegalisasi oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) membuat kawasan Palestina
tak henti bergejolak hingga kini, dan darah rakyat Palestina mengalir deras
setiap hari membanjiri setiap jengkal tanahnya.
Setidaknya, 780.000
rakyat Palestina terusir dari tanah kelahirannya di tahun pertama negara Israel
berdiri. Tahun 1980-an, jumlah tersebut mencapai 2 juta orang dan diperkirakan
saat ini melonjak setidaknya dua kali lipat. Tidak sedikit pula yang dibunuh, dihalau,
dan dibinasakan oleh pendatang Yahudi dari berbagai negara yang mengklaim bahwa
Tanah Palestina adalah milik moyang mereka.
Daftar tersebut nampaknya
akan semakin memanjang, mengingat Israel secara berkala kerap melakukan
penyerangan dengan senjata-senjata super canggih mereka ke rumah-rumah penduduk
sipil Palestina, sebagaimana yang dilakukannya pada medio November lalu. Namun,
menurut buku berjudul Segitiga Tragedi
Tanah Palestina ini, ancaman sesungguhnya dan jauh lebih besar adalah
kepemilikan Israel atas senjata nuklir.
Israel diyakini telah
memproduksi sendiri persenjataan nuklir mereka, setelah berguru kepada para
pakar Prancis dan Amerika Serikat. Mereka mampu melakukan pengayaan uranium,
pembuatan plutonium, dan air berat yang merupakan bahan dasar nuklir. Selain
itu, Israel juga mampu membangun reaktor nuklir dan sarana-sarana lain yang
diperlukan bagi industri dan pengembangan persenjataan pemusnah massal
tersebut. (Halaman 73-74)
Diperkirakan, jumlah
misil Israel yang berhulu-ledak nuklir mencapai 300 buah, yang siap ditembakkan
ke berbagai negara-negara yang bermusuhan. Bahkan, posisi hulu-ledak berkepala
nuklir diperkirakan telah mengarah ke berbagai target first strike (serangan hipotesis terhadap sasaran-sasaran militer),
preemptive strike (serangan tiba-tiba
terhadap militer lawan), bahkan counter
city strike (serangan balasan yang mematikan terhadap kota maupun pusat
populasi penduduk sipil lawan).
Meski demikian,
pembicaraan mengenai nuklir, baik status kepemilikan, kapasitas yang dimiliki,
maupun strateginya merupakan hal yang tabu bagi publik Israel. Sensor ketat
diberlakukan bagi siapa saja, termasuk kalangan pers asing yang melakukan
pemberitaan mengenainya. Wartawan maupun lembaga pers, diwajibkan menyerahkan
naskah pemberitaan terlebih dahulu kepada Dewan Pengawas.
Dinas Nuklir Israel yang notabene merupakan lembaga yang
menangani pembangunan dan pengembangan nuklir Israel, menjadi salah satu
organisasi yang paling rahasia, melebihi dinas rahasia Israel lainnya seperti
Mossad, Shin Beit, maupun Aliyah Beit. Berapa anggaran, serta siapa ketua
maupun pegawainya hanya bisa diketahui setelah pensiun selama tiga tahun.
Kepemilikan nuklir Israel
setidaknya dapat dijelaskan dalam fungsi deterrence,
yakni mempengaruhi psikologi negara lawan sehingga mencegah terjadinya
serangan, sekaligus demi meningkatkan posisi tawar terhadap negara lain. Nuklir
dapat mencegah perang terbuka dengan negara di sekitarnya, serta menutupi
segala kelemahan Israel, terutama secara geografis dan demografis. (Halaman
145)
Akan tetapi, pada
praktiknya, keberadaan senjata nuklir hampir “tidak berguna” selain sekedar
sebagai alat ancaman sebagaimana disebutkan di atas. Penggunaan nuklir,
merupakan cara bunuh diri massal yang bukan hanya akan memusnahkan negara lain,
tetapi seluruh kawasan termasuk Israel itu sendiri. Dengan kata lain,
penggunaan nuklir merupakan hal yang tidak akseptable, mengingat akibat
destruksi yang ditimbulkannya.
Menelaah buku setebal 160
halaman ini, membawa kita kepada pengetahun lebih utuh mengenai keberadaan
nuklir Israel yang selama ini tidak pernah dipersoalkan dunia Barat maupun PBB.
Lain Israel lain pula Iran, meski berkali-kali diinspeksi oleh Badan Tenaga
Atom Internasional (IAEA) dan tidak terbukti mengembangkan senjata pemusnah
missal tersebut, namun tetap dicurigai oleh Amerika dan sekutunya.
Karya pengamat Timur
Tengah, khususnya Yahudi dan Israel ini, berusaha menelanjangi eksistensi
negara yang menjadi penebar maut di Tanah Palestina tersebut, sesuai dengan
kapasitas keilmuan yang dimilikinya. Hasilnya, buku ini bukan sekedar
menyuguhkan isu, namun fakta-fakta keberadaan nuklir Israel.
Mas Noval, mau nanya, selain sampean yg dimuat di Jateng Pos tgl 10 kemaren punya siapa lagi?
ReplyDeleteMas Noval, mau nanya, selain sampean yg dimuat di Jateng Pos tgl 10 kemaren punya siapa lagi?
ReplyDeleteMas Noval, mau nanya, selain sampean yg dimuat di Jateng Pos tgl 10 kemaren punya siapa lagi?
ReplyDelete