Saturday, July 2, 2011

Mencari Pemimpin Bijaksana

Harian Seputar Indonesia, 3 Juli 2011

Judul BukuBe A Great Leader
Penulis: Erwin Tenggono
Penerbit: Elex Media Komputindo
Cetakan: Pertama, 2011
Tebal: 208 Halaman

Banyak yang menyatakan, bahwa Indonesia tengah mengalami krisis multidimensional. Namun, bila dicermati sejatinya krisis tersebut hanya berpusat pada satu hal; krisis kepemimpinan.

Padahal, Sebagaimana diketahui pemimpin merupakan ujung tombak sebuah organisasi, besar atau kecil. Pemimpin yang peduli terhadap rakyat dan bijaksana dalam mengambil keputusan memiliki peluang lebih besar untuk memajukan organisasinya, tinimbang pemimpin yang hanya sibuk mengurusi kepentingannya sendiri maupun golongannya. Dengan kata lain, baik-buruknya seorang pemimpin sangat menentukan laju roda organisasi yang di pimpinnya.

Secara definitif, pemimpin merupakan pribadi yang memiliki kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan (Kartono, 1994), Dalam konteks bernegara, seorang pemimpin haruslah sosok yang mampu mengejawantahkan apa yang diamanatkan Undang-undang dasar 1945, sebagai tujuan dari berbangsa dan bernegara.

Memang, tidaklah mudah menjadi sosok pemimpin yang benar-benar mampu mengayomi yang dipimpinnya, terlebih dalam dunia politik, meski hal demikian tidaklah mustahil. Akan tetapi, bukankah setiap manusia pada dasarnya merupakan pemimpin, minimal bagi dirinya sendiri ? sehingga, siapapun pada prinsipnya harus belajar tentang bagaimana menjadi pemimpin yang bijaksana.

Inilah yang ingin ditunjukkan dalam buku setebal dua ratus delapan halaman ini. Sebagaimana tertera pada judulnya, Be A Great Leader, buku ini memuat empat puluh dua inspirasi singkat dari Erwin Tenggono, penulisnya, untuk menjadi seorang pemimpin yang bijak, dalam segala bidang. Karena bukankah pada prinsipnya semua kepemimpinan memiliki benang merah yang sama; tanggung jawab.

Salah satu yang menarik adalah refleksi penggemar klub sepakbola Liverpool ini terhadap sosok konduktor orkestra. Menurut Erwin, seorang pemimpin harus banyak belajar dari seorang konduktor, atau pemimpin orkestra. Saat pertunjukan dimulai, seorang konduktor harus tampil di depan, dengan jarak tertentu, menghadap seluruh anggota timnya agar bisa memimpin pertunjukan. Hal ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin harus selalu tampil di depan untuk bertindak dan menyampaikan visi, serta mengambil tanggung jawab atas hasil kerja anggotanya. (halaman 58)

Pemimpin orkestra juga berdiri sendiri dengan jarak tertentu dari anggota orkestra dan penonton. Hal ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin kadangkala harus berdiri di antara pilihan, dan ia harus mengambil suatu sikap atau keputusan di antara pilihan yang ada. Saat akan memulai orkestra, konduktor harus membelakangi penonton, untuk kemudian memimpin pertunjukan orkestra. Maknanya adalah seorang pemimpin harus mampu menatap seluruh anggotanya, membangun kesatuan hati dan jiwa dalam menghayati kesatuan ketukan dan irama agar menghasilakn alunan suara yang kompak, harmoni, dan indah didengar.

Selain itu, seorang konduktor tidak mencari popularitas diri (pencitraan), melainkan bekerja terlebih dahulu menghimpun seluruh anggota tim agar mampu memberikan hasil kerja terbaik. Ia juga memberikan kesempatan kepada tim agar mendapatkan penghargaan yang layak. Seorang konduktor akan puas apabila dapat menampilkan perpaduan musik yang harmonis, diwarnai dengan penjiwaan yang kental dan sempurna, penampilan yang memberikan kepuasan kepada penonton.      

Selain terinspirasi oleh konduktor, buku juga menjadi ladang inspirasi Erwin. Salah satunya adalah Servant leadershipkarya Robert K. Greenleaf. Buku ini memuat salah satu dari empat puluh dua inspirasi untuk menjadi pemimpin bijak yang terdapat dalam buku ini. Menurutnya, ketika ingin melayani, membantu, bertanggung jawab secara moral, dan menilai setiap pekerjaan adalah mulia dan baik, maka tidak satu pun pekerjaan yang rendah dan tidak pantas. (halaman 187).

Ironisnya, yang kita miliki saat ini adalah tipe-tipe pemimpin yang meminta pelayanan. Yang paradigm berpikirnya masih I am the boss. Padahal, ketika merendahkan diri melakukan suatu pekerjaan dan tampak tidak berarti, kita sebenarnya memerlukan hati yang besar untuk melakukannya.         

Sebagai sebuah karya yang lahir atas renungan dan refleksi kehidupan dan kecintaan penulisnya terhadap pekerjaan yang digeluti selama dua puluh lima tahun, membuat buku ini menjadi semacam memoar pribadi sang penulis. Pengalaman panjang yang membentang mulai dari staf gudang barang hingga akhirnya menjadi presiden direktur di sebuah perusahaan besar, serta  kesetiannnya terhadap perusahaan, contoh lain betapa sebuah kesuksesan tidaklah datang dengan sendirinya dan semudah membalikan telapak tangan. Tetapi melaui jalan panjang dan kerja keras secara sungguh-sungguh.

Meski ditulis dari sudut pandang seorang entrepreneur, namun konsep pemimpin yang ditulisnya dapat diterapkan dalam aneka bidang, termasuk politik. Mengingat sebagaimana ditulis diawal tulisan ini, bahwa krisis yang dialami bangsa kita saat ini, secara substansial hanyalah krisis yang terjadi pada level puncak/leader. Dengan demikian, buku ini memiliki makna yang besar bagi para pembacanya, yang tengah gulana mencarai sosok pemimpin bijaksana. 

No comments:

Post a Comment