Thursday, July 18, 2019

Jejak Islam di Negeri Tiki-taka


Kabar Madura, 19 Oktober 2015


Judul Buku: Dari Puncak Andalusia; Kisah Islam Pertama Kali Menginjakkan Kaki di Spanyol, Membangun Peradaban, Hingga Menjadi Warisan Sejarah Dunia
Penulis: Dr. Tariq Suwaidan
Penerbit: Zaman
Cetakan: I, 2015
Tebal: 720 Halaman


Tanah Andalusia, atau yang kini disebut sebagai Spanyol, saat ini lebih dikenal dengan tradisi sepakbola dengan gaya tiki-taka-nya. Sebuah gaya permainan yang teroganisir dan sedap dipandang di atas lapangan hijau, dan terbukti ampuh memenangkan banyak pertandingan. Dua klub yang menjadi ikon sekaligus seteru dari negeri ini adalah Barcelona dan Real Madrid.


Siapa nyana, Spanyol bukan hanya menyimpan kisah soal sepakbola semata. Negeri matador tersebut rupanya pernah menjadi mercusuar dunia dan kiblat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Tepatnya di sebuah kota bernama Kordoba yang pada masa itu disebut sebagai “mutiara dunia”.


Kordoba bahkan menjadi kota megapolitan dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Diperkirakan angkanya mencapai lima ratus ribu jiwa. Pada masa itu, hanya Baghdad yang memapu menandingi kebesarannya. Rumah-rumahnya berjumlah 13 ribu unit, dan terdapat 3.000 masjid. 


Pada masa pemerintahan Abdurrahman ibn Muhammad (Al-Nashir) yang berkuasa selama lima puluh tahun (913-963 M), kekayaan yang tersimpan dalam Baitul Mal mencapai angka 300 juta Lira emas. Istananya dinamakan Madinah al-Zahrah yang dinding serta langit-langitnya dilapisi emas dan perak serta batu pualam yang bening.  


Sedangkan 400 ribu judul buku tersimpan secara rapi di satu perpustakaan pemerintah saja. Padahal di seluruh Andalusia terdapat 70 perpustakaan. Tidaklah mengherankan jika Andalusia banyak melahirkan ulama dan pemikir kelas dunia. Salah satu nama besar yang dikenang hingga kini filosof bernama Ibn Rusyd atau di dunia Barat disebut Averroes. (Halaman 273-281)


Itulah keagungan Andalusia pada masa Islam berkuasa yang digambarkan Tariq Suwaidan secara apik dalam buku berjudul Dari Puncak Andalusia; Kisah Islam Pertama Kali Menginjakkan Kaki di Spanyol, Membangun Peradaban, Hingga Menjadi Warisan Sejarah Dunia ini. Sebuah buku yang mendedah ketika Islam datang, berkuasa, dan dibinasakan di tanah Andalusia.


Sebelum kedatangan pasukan Islam, Andalusia telah beberapa kali diserang dan diduduki oleh suku-suku lain. Salah satunya adalah suku yang berasal dari kawasan utara bernama Vandal. Keberadaan membuat kawasan ini kemudian disebut Vandalusia, dan orang Arab meringkasnya menjadi Andalusia.


Penulisan sejarah penaklukan Andalusia oleh pasukan muslim, tidaklah mungkin mengesampingkan pahlawan legendaris dalam misi tersebut; Thariq bin Ziyad. Dalam perang Barbate yang berkobar selama delapan hari (28 Ramadhan 92 H – 5 Syawal 92 H), Tariq yang hanya memiliki 15.000 prajurit berhasil mengalahkan pasukan Visigoth pimpinan Roderick yang berjumlah 100.000.


Berbeda dengan penulis lain, Tariq Suwaidan, menyebut pidato panjang Thariq yang disebutkan di berbagai buku sejarah hanyalah fiktif semata. Demikian pula insiden pembakaran kapal yang membuat pasukannya tidak punya pilihan untuk mundur berlayar kembali ke Afrika Utara sebagai ahistoris. (Halaman 49)


Setelah menaklukan Sidonia, Moron, Carmona, Elvira dan Ecija di wilayah selatan Andalusia, pasukan Thariq yang tersisa sembilan ribu orang terus bergerak ke arah utara. Kota Jaen dan Toledo akhirnya mereka kuasai hanya dalam beberapa bulan saja, tepatnya pada tahun 92 H (711 M)


Ekspedisi Thariq ditindaklanjuti oleh atasannya langsung, Musa bin Nushair yang kemudian mengorganisasi pasukan, mengodusifkan kawasan, dan bersama Thariq menyerang ibukota wilayah utara, Zaragoza. Setelah tiga tahun, seluruh wilayah Andalusia akhirnya dapat ditaklukan kecuali Cavadonga.


Delapan ratus tahun lebih Islam mewarnai langit Andalusia. Peralihan kekuasaan dan pergantian dinasti penguasa tidak menyurutkan eksistensi Islam di Semenanjung Iberia ini. Hingga akhirnya konflik internal kerajaan, bersatunya bangsa Eropa, dan lahirnya penguasa-penguasa lemah sehingga benteng mudah jatuh, membuat kekuasaan Islam runtuh. 


Berbeda dengan pasukan Islam yang tidak memaksakan agama kepada penduduk daerah yang ditaklukannya, penguasa Spanyol sebagai pihak pemenang justru secara sistematis melakukan deislamisasi di Andalusia. Pengharaman bahasa Arab, larangan mandi, larangan memakai pakaian Arab, hingga inquisisi pun dilakukan terhadap kaum muslim secara keseluruhan. Setidaknya tiga juta jiwa muslim tewas dalam proses ini dan sisanya beralih agama. (Halaman 689)


Dilengkapi dengan ilustrasi, potret dan sketsa yang melukiskan keagungan arsitektur serta keindahan dekorasi peninggalan Islam di spanyol, buku setebal tujuh ratus dua puluh halaman ini membuat pembaca serasa diajak penulisnya untuk melakukan tur ke masa lalu nan penuh nostalgik sekaligus tragik. 


Dari Andalusia, Eropa menimba ilmu pengetahuan. Dari Andalusia pula, pertumpahan darah antara kaum Muslim dan Kristen pertama kali memercik. Sejarah yang disuguhkan dalam buku ini, tentu saja bukan untuk menggarami luka yang ada, sebaliknya agar menjadi inspirasi bagi perdamaian antara dua umat beragama tersebut. Karena tidak ada yang tersisa dari dendam kecuali kerugian. Dan tidak ada yang tersisa dari kezaliman kecuali duka dan luka.

2 comments: