Friday, June 25, 2010

Sepatu Melayang Menerjang Biang Perang

 
Judul Buku: Good Bye Bush: Sepatu Perpisahan dari Baghdad
Penulis: Muhsin Labib
Penerbit: Rajut Publishing
Cetakan: Pertama, Januari 2009
Tebal: 96 halaman


Konon, sepatu berfungsi terutama sebagai alas pelindung kaki dari kerikil atau benda-benda tajam di jalanan, seiring dengan perkembangan selera “peradaban”, kemudian sepatu bukan hanya sebagai alat pelindung kaki, juga menunjukkan prestise dan kelas sosial pemakainya yang dalam dunia konsumerisme-hedonisme diukur dengan gaya dan popularitas (baca: Trade Merk) sepatu tersebut.

Namun, di tangan Muntadhar al-Zaidi fungsi sepatu tidak hanya sebatas pelindung alas kaki maupun pengukur kelas sosial seseorang, tetapi juga ternyata cukup ampuh digunakan sebagai senjata ideologis yang efektif untuk melakukan resistensi terhadap kepongahan Adidaya Amerika Serikat, juga secara sukses meruntuhkan kewibawaan sang Agresor tanpa tanding yang merasa seolah-olah menjadi presiden seluruh dunia itu.
George W. Bush agaknya pantas disebut sebagai Presiden tersial di dunia sepanjang tahun 2008, Presiden Amerika yang menjadi penggagas invasi militer ke Irak dan Afganistan hingga menewaskan ratusan ribu warganya inilah yang menjadi sasaran pelemparan sepatu oleh al-Zaidi pada tanggal 14 Desember 2008 dan pastinya takkan terlupakan oleh Bush hingga ke liang lahat.

Meskipun secara sigap Bush dapat mengelak sehingga terhindar dari “ciuman” sang sepatu, namun nampaknya Bush tidak dapat menyelamatkan dari kejatuhan harga dirinya di mata dunia mengingat insiden tersebut dihadiri oleh puluhan wartawan yang meliput dan menyiarkannya ke stasiun-stasiun televisi seluruh dunia secara live. Selain itu, pemukulan maupun pelemparan alas kaki dalam tradisi masyarakat Arab pada dasarnya merupakan sebuah bentuk perlawanan maupun penghinaan yang luarbiasa. (hlm. 58)

Masih segar di ingatan kita jatuhnya rezim Saddam Hussein yang digulingkan militer Amerika ditandai dengan penghancuran patung Saddam di Baghdad, rakyat Irak pun melakukan aksi pemukulan menggunakan alas kaki terhadap patung tersebut. Kini sejarah ibarat berulang, menjelang habisnya masa jabatan Bush memimpin Amerika dan besar kemungkinan ditariknya militer Amerika dari Irak, sesuai Janji presiden terpilih Barack Obama, lemparan sepatu merupakan “hadiah” yang pantas diberikan secara minimalis terhadap penjahat perang besar yang selalu bersembunyi di belakang “mitos” demokrasi.

Peristiwa yang terjadi di ruang konferensi pers pasca penandatanganan fakta keamanan Irak ini juga dihadiri oleh Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki, dan dijaga ketat pasukan pengaman Presiden, Secret Service, lengkap dengan seluruh peralatan canggihnya yang secara teliti dan serius menjaga acara tersebut. Sehingga dapat dipastikan di ruang tersebut tidak terdapat bom, pistol atau benda apapun yang dikategorikan membahayakan keselamatan Presiden dan Perdana Menteri. Siapa nyana keselamatan Bush memang terjaga namun kehormatannya seolah terjun bebas semakin menukik menjadi bahan cemoohan sedunia. Terlebih lemparan tersebut disertai teriakan “Good Bye..Dog!!” dari al-Zaidi.

Sontak saja nama Muntadhar al-Zaidi menjadi buah bibir komunitas Internasional. Respon atas insiden inipun muncul secara beragam, tidak jarang yang mengkritik bahkan mengecam karena dinilai tidak etis dan bermartabat, namun gegap gempita yang memuji dan mendukung aksi tersebut lebih membahana terdengar, terutama rakyat Timur-Tengah yang sudah lama memendam gerah terhadap segala polah-tingkah Bush, sehingga peristiwa bersejarah ini dijadikan sebuah katarsis atas kondisi psikologi mereka.

Dukungan terhadap al-Zaidi pria berusia 29 tahun yang bekerja sebagai wartawan pada kanal satelit “al-Baghdadiyyah” dan pernah menjadi korban penculikan pada 16 November 2005 silam ini misalnya datang dari Putri pemimpin Libiya Moammer Kadhafy, Aisha, yang berniat memberikan penghargaan “medali keberanian” kepadanya. Di Montreal, Kanada, organisasi anti perang Block The Empire mengajak warga Kanada untuk melemparkan sepatu mereka terhadap kantor konsulat AS sebagai bentuk solidaritas terhadap al-Zaidi.

Dukungan bukan hanya dari rakyat Timur-Tengah dan umat Islam, tapi juga Presiden Venezuela Hugo Chavez yang anti Amerika. Chavez menegaskan bahwa ia tersenyum lebar selama pemutaran gambar mengenai peristiwa tersebut yang ditayangkan stasiun televisi Venezuela. Seorang pria Mesir bernama Saad Gumaa mengatakan telah menawarkan anak gadisnya, Amal Saad Gumaa (20), kepada al-Zaidi untuk dijadikan isteri yang dengan bangga disetujui sang anak.

Sensasi al-Zaidi tidak hanya berhenti pada dirinya pribadi, bahkan sepatu “keramatnya” konon telah ditawar orang seharga 10 juta dollar Amerika atau setara dengan Rp.116 milliar !. popularitas sepatunya juga menjadi arena perebutan klaim para produsen sepatu mulai dari China, Lebanon, Turki hingga Irak sendiri sebagai produksi mereka. Tidak mengherankan apabila kemudian seorang produsen sepatu dari Turki yang juga mengklaim bahwa sepatu yang dilempar al-Zaidi merupakan produknya merasa kewalahan memenuhi permintaan pasar yang meningkat empat kali lipat pasca “aksi heroik” tersebut.

Kondisi Muntadhar al-Zaidi sendiri pasca peristiwa tersebut harus mengalami patah tangan dan tulang rusuk setelah dibekuk petugas keamanan Irak. Selain itu, ia juga diyakini mengalami penyiksaan dan penahanan di distrik al-Khadra’ Baghdad. Berdasarkan hukum pidana di Irak, al-Zaidi terancam hukuman penjara antara hingga lima belas tahun penjara bila terbukti bersalah atas dakwaan melakukan penyerangan kepada seorang kepala negara asing saat melakukan kunjungan kenegaraan ke Irak. (hlm.65). sebuah harga yang harus dibayar oleh seorang “pahlawan”, yang berjuang menggunakan sepatu bagi kedaulatan bangsa dan negaranya.

No comments:

Post a Comment