Judul Buku: 30 Paspor di Kelas Sang Profesor 1 & 2
Penulis: J.S. Khairen
Penerbit: NouraBooks
Cetakan: I, 2014
Tebal: 294+292 Halaman
Apa jadinya
jika tiga puluh dua mahasiswa kampus bonafid seperti Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia yang diasumsikan terbiasa dengan fasilitas serba ada,
secara tiba-tiba ditugaskan oleh profesornya untuk mengembara ke negeri asing
seorang diri, tanpa jasa calo atau agen travel,
juga dilarang menerima bantuan pihak keluarga ?
Repotnya
lagi, selain harus mengurus paspor, penginapan, rencana perjalanan, apa yang
mau dilihat, estimasi anggaran, mengumpulkan biaya, dan sebagainya secara
mandiri, mereka juga dilarang mengunjungi negara-negara yang memiliki bahasa
Melayu seperti Malaysia, Singapura, Timor Leste, atau Brunei Darussaalam.
Seru, lucu,
haru, kocak campur menegangkan. Begitulah kesan yang muncul ketika membaca aneka
cerita mereka yang terekam dalam buku berjudul 30 Paspor di
Kelas Sang Profesor ini. Dengan tutur kata ala
anak muda Ibukota, pengembaraan “terpaksa” mereka ke manca-negara disuguhkan
kepada para pembaca dalam dua jilid buku.
Buku
pertama berisi kisah enam belas mahasiswa yang menyebar keenam belas negara
berbeda; Islandia, Laos, Turki, Jerman, Jepang, Taiwan, Myanmar, Filipina,
Belanda, Belgia, Spanyol, Nepal, Tiongkok, Bangladesh, Amerika Serikat, dan
Korea Selatan.
Butuh keberanian
lebih bagi siapapun yang pertamakali menginjakkan kaki di negeri asing. Selain faktor keamanan, mentalitas yang
mandiri pun mutlak diperlukan. Kewaspadaan yang tidak berlebihan juga patut
menjadi bekal, jika tidak ingin menjadi korban penipuan oleh penampilan
orang-orang yang baru dikenal.
Pengalaman Farah
Aulia Putri yang terkecoh oleh penampilan seorang pengemis Jerman yang
berpakaian perlente dapat menjadi pelajaran. Meski secara nominal tidaklah
besar, 2 Euro, namun kehati-hatian dalam menilai orang lain, bukan hanya dari
pakaiannya saja, dapat menjadi pesan moral bagi pembaca. (Halaman 66)
Tak banyak
orang mengerti bahwa keunggulan yang dicapai manusia kelak tak pernah lepas
dari seberapa hebat ia terlatih menghadapi aneka kesulitan dan tantangan
kehidupan. Orang yang terbiasa dengan kehidupan yang serba mudah, cenderung
akan lebih rentan masuk angin ketika
cuaca berubah, dibanding dengan orang yang kenyang dengan tantangan dan
masalah.
Terpenting,
semangat dan keyakinan tetap terjaga. Seperti yang dirasakan oleh Syarif Awad
Umar yang kesulitan demi kesulitan terus menyertai perjalannya ke Cina. Mulai
dari pembuatan paspor, salah masuk hotel, kesasar ke Kuil ketika hendak shalat
Jum’at, hingga tertinggal penerbangan pesawat Garuda tepat ketika hendak pulang
ke Tanah Air. (Halaman 214-230)
Sebagaimana
buku pertama, buku dua juga berisikan enam belas celotehan mahasiswa pengambil
mata kuliah Pemasaran Internasional (Permintal) FE UI lainnya. Destinasi nyasar mereka adalah Prancis, Thailand,
Uni Emirat Arab, Australia, Taiwan, Vietnam, Jepang, Cina, Jerman, Turki,
India, Korea Selatan, Filipina, dan Kamboja.
Menurut Rhenald
Kasali, sang professor yang menugaskan tiga puluh dua mahasiswa tersebut dalam
pengantar kedua buku ini, tugas tersebut diembankan untuk mengantisipasi
bermunculannya sarjana kertas. Para sarjana yang belum mampu bekerja dengan
baik, meski di bangku perkuliahan mereka terlihat sangat cerdas dan
berprestasi. Mereka hanya hebat memindahkan isi buku ke dalam lembar kertas
ujian.
Mengajak
mahasiswa memiliki dan menggunakan paspor mereka masing-masing adalah ibarat
melepas jahitan yang ada di sayap mereka, dan melatih terbang kembali
menjelajahi alam semesta. Menjadi
rajawali juga menjadi great driver,
yang pandai mengendarai kendaraan pemberian dari Tuhan.
Hasil
pengalaman tersebut membuat para mahasiswa ini terus berpikir bagaimana caranya
mendapatkan uang. Mereka melatih entrepreneurial
leadership-nya. Mereka yang dididik melalui metode ini ternyata juga, lebih
berhasil dalam berkarier. Lebih punya karakter dan leadership. Serta daya inovasi dan inisiatif mereka meninggi
seiring rasa percaya diri yang bangkit.
Hal
demikian ternyata terbukti kepada seorang Saggaf Salim S. Alatas yang langsung
memikirkan cara tercepat untuk memperoleh uang demi membiayai pilihan nyasarnya
ke Belgia, Belanda, Prancis dan Spanyol. Lalu invests apa yang dalam kurun
waktu dua bulan dapat menghasilkan keuntungan dua ratus persen, bahkan lebih ?
calo tiket menjadi pilihannya ! (1-13)
Sebuah
profesi yang kerap dipandang sebelah mata dan tidaklah mudah namun memiliki
prospek keuntungan yang sangat besar sebanding dengan resikonya. Meski demikian
segala tantangan tidak menyurutkan langkahnya. Ketika semangatnya mulai
mengendor, ia selalu ingat dengan nasihat yang disampaikan sang professornya,
bahwa “if you want to, you will find a
way.”
Bepergian
ke tempat baru, dengan informasi, uang, waktu dan pengetahuan terbatas
sesungguhnya bias mengubah nasib manusia. Cara mendidik yang tergolong tidak
lumrah ini, justru dapat memancing keluar seluruh potensi kemampuan yang
dimiliki para anak muda tersebut dibanding metode pengajaran yang normatif,
yang membuat kincir-kincir otak para peserta didik, juga para pendidiknya,
tidak dapat berputar.
Dua buku
yang disusun oleh Jombang Santani Khairen merupakan virus yang coba disebarkan
kepada para pembaca. Sebuah virus yang mampu memotivasi, terutama kalangan anak
muda, agar memiliki keberanian dalam melangkah dan menentukan arah hidupnya
secara mandiri namun penuh tanggung jawab. Sebuah virus yang mampu mengubah
burung dara menjadi rajawali.
No comments:
Post a Comment