Judul Buku: Reclaim Your Heart
Penulis: Yasmin Mogahed
Penerbit: Zaman
Cetakan: I, Desember 2014
Tebal: 297 Halaman
Kemampuannya
dalam mengurai persoalan serta mendedah solusi patut diacungi jempol. Posisinya
sebagai seorang muslimah yang taat tidak serta-merta mengaburkan perspektif.
Sebaliknya, pesan moral yang didengungkannya dapat dirasakan getarannya oleh
seluruh lapisan pembaca dari beragam
kalangan dengan berbagai latar belakang keimanan.
Kaya akan analogi
yang mudah dipahami, sarat makna yang dapat diserap, dihadirkan ke tengah
pembaca tanpa gaya bahasa yang menggurui namun menawarkan cara pandang tentang
cinta, kehilangan, kebahagiaan, dan rasa sakit yang baru. Itulah kesan dan apresiasi
atas buku karya Yasmin Mogahed ini.
Apa yang dibidik
dan menjadi fokus kajian perempuan keturunan Mesir yang lahir di Amerika
Serikat dalam buku berjudul lengkap Reclaim
Your Heart; Wawasan Mencerahkan tentang Cinta, Duka, dan Bahagia ini
merupakan bagian fundamental manusia yang menurut sabda Muhammad sang nabi
sendiri sangat menentukan baik buruknya manusia, yaitu hati.
Hati merupakan
perangkat istimewa yang menentukan kondisi emosional. Ia juga sebuah “jimat”
yang berpengaruh besar terhadap perjalanan hidup seseorang. Karena peran dan
posisinya yang istimewa itulah, maka hati menjadi sasaran bagi jebakan perbudakan
kehidupan dunya.
Padahal jika
seseorang membiarkan dunya memiliki
hati, maka ia akan mengambil alih. Ia akan tenggelam ke laut, menyentuh dasar
laut dan merasa berada di titik terendah. Terperangkap oleh dosa-dosa dan cinta
akan kehidupan ini. Merasa hancur, dikelilingi oleh kegelapan. Itulah hebatnya
dasar laut. Tak terjangkau cahaya.
Tapi untungnya
terkadang transformasi dimulai dengan kejatuhan. Jadi, jangan pernah mengutuk
kejatuhan. Tanah adalah tempat tinggal kerendahan hati. Raihlah. Belajarlah
dari situ. Setelah itu, kembalilah dalam keadaan lebih kuat, lebih rendah hati,
dan lebih sadar akan kebutuhan kita akan Tuhan. (Halaman 72)
Ketika
kembali pada Allah, mencari pengampunan-Nya, kita berpotensi untuk menjadi
lebih kaya dibanding sebelumnya. Setan bersukacita ketika Adam jatuh dari surga.
Tetapi, setan tidak tahu ketika seorang penyelam tenggelam ke laut, ia
mengumpulkan mutiara dan kemudian naik lagi.
Keterikatan
hati manusia dengan dunya memang akan
menghancurkannya. Karena definisi dunya
sebagai sesuatu yang sementara dan tidak sempurna, bertentangan dengan segala
sesuatu yang diciptakan untuk manusia dambakan. Hanya ketika manusia berhenti
menaruh harapan pada dunya, barulah
kehidupan ini akhirnya berhenti mematahkan kita.
Artinya,
bila kita memiliki teman, jangan mengharapkan mereka mengisi kekosongan kita.
Bila menikah, jangan mengharapkan pasangan untuk memenuhi setiap kebutuhan
kita. Bila seorang aktivis, jangan menaruh harapan pada hasil. Bila dalam
kesulitan, jangan bergantung pada diri sendiri. Jangan bergantung pada manusia.
Bergantunglah pada Tuhan. (Halaman 23)
Manusia
hanyalah alat, suatu sarana yang dipergunakan oleh Tuhan. Tapi, manusia
bukanlah sumber bantuan, pertolongan, atau keselamatan apa pun. Hanya Allah
yang mampu melakukannya. Manusia bahkan tidak bisa menciptkan seekor lalat.
Karena itu, ketika kita berinteraksi dengan manusia, arahkan hati kita pada
Tuhan.
Sebaliknya,
orang-orang yang telah membuat kita kecewa tidak dapat dipersalahkan, sama
seperti gravitasi yang tak bisa dipersalahkan karena menjatuhkan dan memecahkan
jambangan. Kita tidak bisa menyalahkan hukum fisika ketika sebatang ranting
patah karena kita bersandar padanya. Karena ranting tak pernah diciptakan untuk
menahan beban kita.
Selain
mengupas persoalan hati dan psikologi, responnya atas berbagai isu aktual serta
pemikiran dan gugatannya yang tajam namun menyegarkan ia tuangkan pula dalam
beberapa bab di dalam buku ini. Yasmin misalnya menolak stereotype yang diciptakan orang-orang Barat mengenai Islam menjadi
fundamentalis, moderat, tradisionalis, dan lain-lain. (Halaman 245-249)
Labelisasi
atas Islam pada dasarnya hanya langkah pertama untuk mengadu domba. Padahal
umat Islam tidak butuh label apapun, termasuk moderat. Karena dari definisinya,
Islam adalah moderat. Semakin ketat kita patuhi fundamental-nya, semakin moderat kita jadinya. Dari sifatnya Islam
tak lekang waktu dan universal. Jadi, semakin kita pegang aturan keislaman,
kita akan selalu menjadi modern.
Sayangnya,
Yasmin melupakan bahwa labelisasi dan stigma negatif tersebut muncul karena
perilaku sebagian orang yang mengaku beragama Islam itu sendiri ternyata bukan
hanya berkebalikan dengan semangat fundamental Islam, namun sudah menjadi
ancaman nyata bagi perdamaian peradaban manusia.
Meski
demikian, kehadiran buku setebal dua ratus sembilan puluh tujuh halaman ini
ibarat dian yang menerangi kegelapan hati pembacanya yang paling pekat
sekalipun, terutama kaum yang mudah galau. Kelenturan bahasanya mampu menyigi
lubang terdalam pembaca yang boleh jadi terbentuk akibat beragam pengalaman
pahit dalam hidup serta bergunung kekecewaan karena realitas yang tidak sesuai
dengan ekspektasi.
Secara lembut
namun menyegarkan, Mogahed menempatkan sudut pandang teologis dalam fragmen kajian
psikologi yang notabene merupakan
keahliannya. Hasilnya, ia secara gemilang sukses memadukan antara dua disiplin
keilmuan tersebut sehingga buku ini selain termasuk kategori buku self-help juga laksana sebuah pedomanan laku
spiritual bagi para Salik.
No comments:
Post a Comment