Judul Buku: Ekonomi Berdikari Soekarno
Penulis: Amiruddin Al-Rahab
Penerbit: Komunitas Bambu
Cetakan: I, 2014
Tebal: xxxi+190 Halaman
“Berdikari tidak berarti
mengurangi, melainkan memperluas kerja sama internasional, terutama antara
semua negara yang baru merdeka. Yang ditolak oleh berdikari adalah
ketergantungan kepada imperialis, bukan kerja sama yang sama-sederajat dan
saling menguntungkan.” Sukarno.
Sosok Sukarno selama ini lebih
dikenal kebanyakan orang sebagai ideolog, proklamator, sekaligus pemimpin yang
melahirkan istilah Demokrasi Terpimpin. Sedikit yang mengetahui bahwa presiden
pertama Republik Indonesia itu juga merupakan seorang konseptor ekonomi
sebagaimana yang tertuang dalam kutipan di atas. Lebih tepatnya, disebut Ekonomi
Terpimpin (ET) atau Ekonomi Berdikari.
Sejak pertamakali dicetuskan
Soekarno dan ditegaskan oleh keputusan MPRS tahun 1960, Ekonomi Terpimpin telah
menjadi perdebatan yang sengit antara berbagai elemen masyarakat, partai,
golongan, serta tokoh mengenai formulasi operasionalnya. Tarik menarik dengan
beragam ide dan ideologi pun turut mewarnai perdebatan mengenainya.
Partai Komunis Indonesia
(PKI) sebagai salah satu partai besar saat itu, secara terang-terangan menarik ET
ke dalam sosialisme dengan menuntut pemerintah untuk segera melaksananakan
program land reform. Sedangkan Hatta berpendapat pemerintah tidak perlu
turut campur tangan secara langsung dalam persoalan ekonomi. Negara cukup
berperan sebagai pemimpin yang mengarahkan dan membimbing perkembangan ekonomi
dengan mengawasi para pelakunya.
Sebagaimana tertera pada
judulnya, buku berjudul Ekonomi Berdikari Sukarno ini, berusaha mendedah
konsep ekonomi sang proklamator, Sukarno, yang muncul pada tahun-tahun terakhir
menjelang kejatuhannya sebagai presiden. Sebagai salah satu prinsip Trisakti,
yaitu berdikari dalam bidang ekonomi, gagasan besar tersebut tidak bisa
dilepaskan dari pergulatan pemikiran yang panjang serta konteks yang
mengitarinya.
Lahirnya konsep Ekonomi
Terpimpin dapat dibaca sebagai tindakan Sukarno yang merupakan prioritas norma
politik dari tindakan suatu bangsa dan negara yang berjuang untuk bertahan
serta menyelamatkan diri dari krisis ekonomi dan politik pada tahun 1957, yang
terhebat yang pernah ada pascakemerdekaan.
Ekonomi Terpimpin yang
dimaksud Sukarno bertolak dari prinsip negara sebagai pusat kekuatan ekonomi
dengan menguasai alat-alat produksi, distribusi dan modal. Dalam prosesnya, ET
bertujuan untuk membangun perekonomian nasional yang kukuh dengan melaksanakan
mekanisasi pertanian dan industrialisasi. Terutama pada industri dasar seperti
baja, kimia dasar, dan mesin atau industri berat. (Halaman 111)
Industri yang dikembangkan
sesuai dengan tujuan untuk menghubungkan pertanian dengan industri untuk
peningkatan daya beli. Modal harus diusahakan dari kemampuan seluruh daya
produksi dalam negeri dan kekayaan alam Indonesia. Sehingga memutus
ketergantungan pada modal asing dan menciptakan produksi sendiri. Untuk itu,
dilakukan penyitaan terhadap perusahaan-perusahaan asing.
Berdikari dalam ET dengan
demikian dapat dikatakan sebagai sebuah program yang tidak bisa dilepaskan dari
semangat antikolonialisme yang kental. Ekonomi Berdikari berarti mengembalikan
kedaulatan ekonomi kepada bangsa Indonesia sebagai sebuah bangsa yang merdeka
pemilik sah kekayaan Indonesia. Dengan memutus ketergantungan kepada- modal
maupun orang- asing.
Secara konseptual Ekonomi
Terpimpin merupakan satu pandangan alternatif dalam menghadapi perkembangan
kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme beserta feodalisme. Hal ini
dipertajam melalui pernyataan Soekarno pada 1963 ketika Deklarasi Ekonomi
(Dekon) dikumandangkan sebagai jalan ke pembangunan ekonomi yang stabil dengan
dasar anti-imperialisme, kolonialisme dan feodalisme. (Halaman 149)
Watak dari ketiga isme
itulah yang hendak dilawan oleh ET. Tujuannya adalah untuk menggusur semua
bentuk penanaman modal asing yang bersifat menghisap dan menghalangi kemajuan
ekonomi Indonesia. Serta untuk meningkatkan produksi dalam negeri dan
melepaskan Indonesia dari pengaruh fluktuasi harga internasional, serta melepaskan
Indonesia dari cengkeraman modal monopoli asing.
Meski mengutamakan kekuatan
modal sendiri untuk membangun, namun bukan berarti anti terhadap semua modal
dari luar. Posisi modal luar negeri hanya menjadi alat pelengkap, dengan syarat
tidak mengikat secara politik dan militer dan berbentuk pinjaman luar negeri.
Konsep ini merupakan satu
fase dari perencanaan ekonomi nasional yang mencoba mengatasi
persoalan-persoalan ekonomi secara struktural. Masa awal suatu fase peralihan
masyarakat dari masyarakat yang bersifat kolonial ke masyarakat nasional
demokratis.
Sebagai salah satu bagian
dari sosialisme ala Indonesia, ET bersendikan pada kepribadian Indonesia, yaitu
“gotong royong” yang merupakan perahan dari sila-sila Pancasila yang dijalankan
secara musyawarah mufakat untuk mencapai kesejahteraan bersama yang
penjelmaannya membutuhkan tiga unsur pokok; kepentingan bersama ditetapkan
bersama, usaha bersama yang dijalankan bersama, serta pimpinan bersama yang
dimufakati bersama. (Halaman 34)
Dengan demikian, masyarakat
menjadi kekuatan produktif yang utama untuk mencapai tahap “sosialisme ala
Indonesia” ini dalam meningkatkan national income. Negara menjadi pusat
orbitnya dengan semua lembaga kenegaraan terlibat langsung dalam usaha untuk
menguatkan ekonomi nasional.
Tidaklah mudah menghimpun
serpihan pemikiran Sukarno dalam bidang ekonomi menjadi sebuah buku yang utuh.
Selain disebabkan minimnya literatur yang tersedia, juga penguasa rezim berikutnya (Orde
Baru) memiliki sikap dan pandangan ekonomi yang bertolak belakang dengan yang
dianut Sukarno.
Sehingga apresiasi
layak dialamatkan kepada Amiruddin Al-Rahab, penulis buku setebal 190 halaman
ini, yang telah menghadirkan kepada pembaca sebuah referensi alternatif
mengenai konsep ekonomi yang orisinil lahir dari pemikiran seorang founding
father bangsa Indonesia sendiri. Meski banyak hal yang harus disesuaikan
dalam konteks kekinian, namun benang merah dari Ekonomi Terpimpin atau Ekonomi
Berdikari Sukarno akan tetap menggema dengan bunyi yang sama; kemandirian
ekonomi bangsa.
No comments:
Post a Comment