Penulis: Musa
Kazhim
Penerbit: Noura Books
Cetakan: I, 2013
Tebal: 208 Halaman
Berdirinya negara Israel
pada 14 Mei 1948 yang diarsiteki kaum Zionis, disponsori Inggris, dan
dilegalisasi oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) merubah kondisi geopolitik kawasan
Timur Tengah, terutama yang berdekatan dengan Palestina.
Betapa tidak, tak terhitung nyawa
rakyat Palestina meregang dan 780.000 lainnya terusir dari tanah kelahiran di
tahun pertama negara Israel berdiri. 100.000 diantaranya menuju Lebanon Selatan
yang dihuni oleh mayoritas Syiah yang tersingkir dan terpuruk dalam beragam
aspek kehidupan masyarakatnya.
Kolaborasi antara pendatang
terbuang dan pribumi tersingkir ini, kemudian menjadi katalisator yang
melahirkan gelombang radikalisasi dan militansi, bahan bakar kebangkitan untuk
melawan ketertindasan. Terutama setelah Israel memperluas invasinya ke tanah
Lebanon. Gerakan inilah, yang dikemudian hari menjadi organisasi paramiliter
yang dikenal dengan nama Hizbullah.
Buku berjudul Hizbullah:
Sebuah Gerakan Perlawanan ataukah Terorisme ? ini, berusaha mendedah organisasi paramiliter tersukses di Timur Tengah
ini, yang namanya berkibar seiring kesuksesaanya di pentas sosial,
politik dan militer dalam menghadapi agresi Israel di Lebanon. Mulai dari jejak sejarah, langkah strategis-politis,
hingga watak ideologis yang diusungnya.
Hizbullah secara harfiah berarti Kelompok atau
Partai Allah. Kehadirannya sebagai partai yang berideologi jihad merupakan
sebuah lompatan dalam gerakan Syiah kontemporer yang pada umumnya senantiasa
bergerak dalam koridor partai-partai nasionalis sekuler seperti Partai Baath,
kelompok-kelompok kiri, dan partai Sosialis Progresif.
Sebagai organisasi payung
yang mengggabungkan beragam organisasi perlawanan, dakwah dan pelayanan sosial
dalam sebuah al-halah al-Islamiyyah
(milieu Islam), maka tanggal dan tahun pendiriannya tidak bisa diketahui secara
persis. Meski demikian, ideologi religius yang membentuknya dapat dilacak pada
kedatangan Musa Sadr pada 1958 dengan mandat dari para ulama Syiah Iran dan
Irak untuk menggalang solidaritas dan persatuan di tengah milieu Islam Lebanon
secara umum dan kalangan Syiah secara khusus. (Halaman 24)
Organisasi yang dicap
teroris oleh Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya ini, merupakan
manifestasi organisasional dari sebuah arus ideologi religius yang telah
mengalir sejak 1960-an, yang tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial politik
yang melingkupinya. Nama Hizbullah sendiri diberikan oleh seorang ulama Lebanon
bernama Abbas Musawi berdasarkan pada salah satu ayat dalam al-Qur’an.
Pada awalnya, mereka bergerak
di bawah tanah dan tanpa nama. Pertemuan-pertemuannya berlangsung secara
tertutup. Baru pada 18 Juni 1984, seiring terbitnya media mingguan mereka yang
bernama Al-‘Ahd, serta mengalirnya sokongan
material dari Iran (finansial-militer-logistik), Hizbullah mulai tampil dan
menampakkan diri.
Sebagai gerakan Islam
berdasarkan Madzhab Syiah Itsna Asyariyyah, Hizbullah meletakkan strategi jihad
dalam kerangka ijtihad yang diakui
sebagai metode penyimpulan hukum dari sumber-sumber hukum yang dipercaya, yakni
teks Al-Qur’an dan sunnah yang shahih. Karenanya, prinsip Ijtihad sangat
determinan dalam mendinamisasi ideologi dan strategi organisasi ini dalam
berbagai fase gerakannya. (Halaman 60 )
Berbeda dengan model gerakan
lain, ideologi jihad Hizbullah yang defensif dan bersandarkan pada legitimasi
moral keagamaan yang kuat, secara konsisten diistilahkan dengan muqawamah (perlawanan) sebagai ganti
dari istilah generik jihad. Tujuannya, untuk membedakan dari ideologi gerakan Islam
lain yang mengagungkan jihad ofensif (ibtidai)
tanpa dasar-dasar legitimasi moral keagamaan yang kukuh.
Selain itu, ideologi jihad mereka
terikat secara keagamaan dengan lembaga wilayah
al-faqih yang berfungsi sebagai pengendali strategis dalam segenap
aktivitas jihad. Sehingga ideologi dan strategi jihadnya dalam kerangka
legitimasi keagamaan, dan tidak membiarkan ideologi berjalan secara terpisah
dari strateginya. Hasilnya, interaksi ideologi dan strategi ini melahirkan
konsep jihad yang utuh, koheren dan berpijak pada Islam yang autentik.
Keberhasilan mengusir
pasukan Israel pada tahun 2000 dari tanah Lebanon melejitkan popularitas
Hizbullah di tingkat nasional, regional dan global. Fungsi religio-kultural dan
perlawanan bersenjata dalam transformasi ideologisnya, kini memasuki tahapan
baru, yaitu menjadi organisasi politik formal dan berpartisipasi dalam
pemilihan umum. (Halaman 160)
Fakta
dan data yang disuguhkan buku setebal 208 halaman ini, berasal dari kajian literatur dan
wawancara langsung Musa Kazhim, penulisnya, dengan para narasumber yang
memiliki posisi penting dalam Hizbullah, salah satunya Hassan Nasrallah, yang
menjabat sebagai Sekretaris Jenderal.
Dengan demikian, karya
mantan General Manager The Indonesia
Islamic Media Network (IIMaN) Jakarta ini, bukan hanya menarik untuk
diikuti, namun juga dapat dipertanggungjawabkan keabsahan data yang dipaparkan
di dalamnya, ihwal organisasi paramiliter tersukses seantero Timur Tengah
tersebut.
No comments:
Post a Comment