Judul Buku: Kejayaan Sang Khalifah Harun Ar-Rasyid
Penulis: Benson Bobrick
Penerbit: Alvabet
Cetakan: I, 2013
Tebal: 401 Halaman
Sejarah
mencatat namanya dalam tinta emas. Popularitasnya mampu mengalahkan ratusan
nama khalifah yang membentang berabad-abad dalam berbagai dinasti yang
menghiasi sejarah peradaban Islam. Sebagian besar memujinya setinggi langit
sebagai seorang pemimpin yang adil dan bijaksana, meski kritikan tajam juga
kerap dialamatkan kepadanya.
Dialah
Harun al-Rasyid, khalifah kelima dinasti Abbasyiyah. Dilahirkan pada 17 Maret 763
dari rahim Khaizuran, istri al-Mahdi khalifah kedua dinasti Abbasyiyah anak
dari Abu al-Abbas, sang pendiri. Namanya banyak disebut dalam roman legendaris
Arab, Seribu Satu Malam.
Naiknya
Harun menjadi khalifah tidaklah semudah layaknya suksesi dalam sistem monarki.
Melainkan melalui proses yang berliku dan mencekam serta menentukan nasibnya
serta nasib kerajaan. Pada malam itu, Harun akan dibunuh oleh Hadi, kakak kandungnya sendiri yang saat itu menjadi
khalifah, karena khawatir posisinya terancam.
Rupanya
sejarah berkata lain, karena yang terbunuh justru sang khalifah yang dicekik
para selirnya atas perintah Khairuzan, ibu kandungnya yang lebih mendukung
Harun. Pada malam itu juga Harun dinobatkan sebagai penggantinya, dan pada
malam yang sama Ma’mun, putra Harun yang kelak menjadi khalifah yang agung
lahir. Malam itu kemudian dikenal sebagai Malam
Takdir.
Harun
naik tahta ketika berusia 23 tahun, tepatnya pada malam 15 September 786. Berkat
bakat memimpin serta kecerdasan yang dimilikinya, ia mampu menjadikan
kerajaannya berkembang secara pesat. Perniagaan laut melalui Teluk Persia,
dengan kapal-kapal umat Muslim berdagang ke utara hingga sejauh Madagaskar dan
ke timur hingga sejauh China, Korea, dan Jepang. (Halaman 113)
Di
bidang kebudayaan dan seni, Harun mengadakan acara pembuatan atau pembacaan
puisi, sering kali pada hari-hari besar atau pada acara suka cita lainnya,
seperti ketika dia kembali dari peperangan atau haji. Para penyair, sarjana,
musisi dan pelawak tertarik ke istananya oleh nama baik dan kemurahan hatinya.
Harun juga
merupakan figur utama penyokong yang berjasa atas perkembangan ilmu pengetahuan
dan seni pada masa itu. Dia sendiri terpelajar, terkenal dengan kefasihannya,
padat dalam berpidato, dan, ketika sampai pada urusan puisi, ia adalah seorang
ahli. Sebagai sarjana keagamaan, dia juga memiliki telinga yang tajam terhadap
makna dan kemampuan menafsirkan al-Qur’an.
Sedangkan
di bidang kuliner, umat Muslim masa itu sudah mulai menikmati masakan-masakan
Persia yang rumit seperti ayam panggang berisi kacang, susu, dan almod, serta
berbagai minuman lembut yang mirip pencuci mulut seperti serbat cair yang
diberi rasa buah.
Tak
ada gading yang tak retak, demikian kata pepatah. Prestasi Harun yang gemilang ternyata
bukannya lepas dari kontroversi. Dia juga termasuk orang yang mudah mencurigai
adanya ketidaksetiaan bahkan dalam diri mereka yang sudah lama mengabdi
kepadanya.
Misalnya
saja, tanpa sungkan ia menyuruh anak buahnya yang bernama Masrur untuk
memenggal kepala serta membakar jasad sahabat dekatnya yang telah dipercayainya
sejak lama bernama Ja’far bin Yahya dari keluarga Barmak karena memiliki
hubungan khusus dengan saudara perempuannya bernama Abbasah.
Affair
Yahya bahkan membuat keluarga Barmak yang telah beberapa generasi mengabdi kepada
keluarga khalifah dan dikenal sebagai bangsawan kelas atas, runtuh di tangan
Harun. Seolah tidak cukup menyeramkan, Harun juga membunuh Abbasah beserta
sepuluh dayangnya melalui tangan pembunuh bayaran dan untuk menutupi jejak,
para pembunuh tersebut dijahit dalam karung dan dilemparkan ke Sungai Tigris. (Halaman
256)
Sosok
yang kompleks menyedihkan sekaligus agung ini meninggal pada 23 Maret 809, dan
dimakamkan di taman di Tus. Secara keseluruhan masa kekuasaannya representasi
dari penguasa yang energik, yang berhasil mempertahankan kesatuan wilayah yang
dimilikinya, sosok yang taat melaksanakan kewajiban agamanya dan memiliki andil
besar dalam memperkaya peradaban Islam.
Harun
juga satu-satunya khalifah yang menempuh seluruh perjalan haji ke tanah suci
dengan berjalan kaki, melaksanakan seratus sujud dalam shalat setiap harinya,
juga dikenal adil. Namun di sisi lain, besarnya kekuasaan yang ia pegang
membuat Harun terperangkap dalam pilihan-pilihan sulit dan tak jarang mengambil
keputusan yang buruk dan kejam, terutama menjelang akhir hidupnya.
Meski
demikian, pada saat yang bersamaan, kenangan mengenai diri Harun selamanya terhubung dengan pesona
dan roman yang abadi. Meski berwatak kejam dan semena-mena, dia sampai kepada
kita sebagai “Harun yang Adil”, raja di masa lalu dan di masa depan, pemilik
Baghdad, kota dongeng yang abadi di mana para nelayan bersahabat dengan Jin dan
Aladdin selamanya mengusap lampu ajaibnya.
Kehadiran
buku berjudul lengkap Kejayaan Sang Khalifah Harun Ar-Rasyid ini, berusaha menghadirkan sosok Harun
secara lebih objektif dan berimbang. Secara lincah, Benson Robrick, penulisnya,
berusaha menghadirkan ke hadapan pembaca kebijaksanaan dan keagungan sosok
Harun sekaligus hal-hal negatif yang menyertainya.
No comments:
Post a Comment