Judul Buku: Guruku Panutanku
Penulis: Sigit Setyawan
Penerbit: Kanisius
Cetakan: I, 2013
Tebal: 134 Halaman
Seorang guru, sebagaimana dirumuskan Negara dalam pasal
10 Undang-undang no.14/2005 tentang Guru dan Dosen, haruslah memiliki kompetisi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Namun dewasa ini perkembangan profesionalisme guru
nampaknya mengarah pada hal lain. Sebagian dari mereka lebih banyak bergelut
dengan persoalan teknis dan legal formal portofolio yang harus dikumpulkan
untuk mendapatkan predikat “profesional” melalui program sertifikasi guru.
Pada saat yang sama, pelatihan guru lebih banyak
berkaitan dengan kemampuan pedagogik semata, seperti kompetensi untuk menyusun
rencanan pengajaran, metode mengajar, dan mengevaluasi. Sedangkan kompetensi
kepribadian dan sosial yang berkaitan erat dengan penenaman nilai-nilai hidup
bagi siswa sangat sedikit dibahas.
Kondisi demikian rupanya membuat gelisah seorang guru
Bahasa Indonesia bernama Sigit Setyawan. Sehingga dalam tesis S2-nya
sebagaimana yang tertuang dalam buku yang diberi judul Guruku Panutanku ini, penulis berusaha secara singkat mengingatkan
serta menjelaskan peran guru dalam menanamkan nilai kepada siswa berdasarkan
teori kognitif sosial Albert Bandura.
Guru sebagai model dalam
konteks teori kognitif sosial dijelaskan dalam konsep modeling, siswa
sebagai pihak yang mengamati dan terpengaruh dalam konteks ini dianggap sebagai
human agency, dan proses terjadinya pengaruh itu telah dipolakan dalam
proses pembelajaran observasional.
Teori kognitif sosial
berangkat dari pembelajaran observasional. Manusia belajar dari interaksinya
dengan manusia lain. Seorang anak akan belajar dari orang dewasa dengan cara
mengamati tindakan orang dewasa. Dari pengamatan, seorang anak dapat membuat
imitasi atas tindakan tersebut. Observasional biasanya dipakai untuk
memostulatkan tendensi natural manusia untuk meniru apa yang dilakukan orang
lain. (Halaman 11)
Bagi Bandura, pengamatan yang
dilakukan oleh seseorang terhadap model merupakan proses belajar observasional.
Seseorang dapat mengimitasi perilaku tetapi dapat pula melakukan sesuatu yang
bertolak belakang dengan yang diamati. Misalnya, ada orang mengendarai mobil
kemudian menabrak tiang, orang lain yang mengamati akan menghindari tiang
tersebut.
Hal demikian dikarenakan tidak
semua respons dari belajar observasional berupa tindakan atau perilaku.
Aktivitas belajar merupakan proses pemerolehan pengetahuan melalui pemrosesan
secara kognitif. Sehingga manusia mampu membuat simbol-simbol,
merepresentasikan kejadian, menganalisis pengalaman sadarnya, dan melakukan
tindakan yang penuh pertimbangan.
Hasil penelitian di IPEKA
International Christian School Jakarta ini, Sigit Setyawan menyimpulkan bahwa peran guru dalam mendidik karakter siswa
sangat penting. Keteladanan dalam sikap disiplin merupakan temuan paling kuat
dalam hal ini. Memberikan nasihat kepada siswa juga ternyata merupakan salah
satu cara efektif dalam mempengaruhi siswa. Namun yang tak kalah penting adalah
pendekatan individual dengan memahami kebutuhan tiap siswa sangat efektif
mempengaruhi siswa dengan tipe pendiam atau pasif di kelas. (Halaman 71-85)
Berjam-jam waktu yang dihabiskan para siswa di kelas
setiap harinya, menjadikan guru sosok model dalam kelas. Apa yang dilihat siswa
kemudian diabstraksikan ke dalam pikiran mereka. Modeling merupakan salah satu
hal paling kuat dalam mentransfer nilai-nilai, sikap, pola pikir dan perilaku. Keteladanan adalah faktor utama
dalam mendidik remaja, tanpa keteladanan, ajaran atau didikan akan dicemooh dan
dianggap munafik oleh siswa.
Sayangnya, tidak sedikit guru
cenderung tidak menyadari bahwa mereka memengaruhi siswa. Apa pun mata
pelajaran yang diajar oleh seorang guru, nilai-nilai yang dihayati akan
memancar dari diri guru. Teladan yang buruk akan membuat siswa menangkap
hal-hal yang buruk pula, demikian sebaliknya teladan yang baik akan membuat
siswa menangkap nilai positif dari diri sang guru. (Halaman 127)
Sebagaimana dikatakan oleh
Prof. Dr. Paul Suparno, SJ. dalam pengantarnya, kehadiran buku ini dapat memberikan
inspirasi kepada pembaca dan pendidik cara membantu siswa mengembangkan nilai
kehidupan. Selain itu, juga dapat menjadi inspirasi bagi para guru untuk sadar
bahwa tugas mereka bukan hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga
menanamkan nilai kehidupan, termasuk nilai karakter, kepada siswa.
Dengan kata lain, tugas
seorang guru bukan hanya masuk kelas dan menjejali para murid dengan
teori-teori dengan tujuan sekedar mengejar target kurikulum, atau menginstall
isi kepala mereka dengan transfer pengetahuan. Lebih dari itu, guru juga
seharusnya menjadi sosok yang patut diteladani dan memberikan contoh positif
kepada para muridnya. Mari menjadi guru panutan para murid.
yang digaris bawahi adalah dua kalimat terakhir:..... Lebih dari itu, guru juga seharusnya menjadi sosok yang patut diteladani dan memberikan contoh positif kepada para muridnya. Mari menjadi guru panutan para murid.
ReplyDeleteterima kasih