Harian Bhirawa, 1 Maret 2013
Judul Buku: Biografi Imam Abu Hanifah
Penulis: Tariq Suwaidan
Penerbit: Zaman
Cetakan: I, Januari 2013
Tebal: 348 Halaman
Menurut satu riwayat, Abu Hanifah memiliki nama
lengkap al-Nu’man ibn Tsabit al-Zutha al-Farisi. Kakeknya berasal dari daerah
Kabul yang menjadi tawanan ketika Kabul ditaklukan bangsa Arab. Sedangkan
riwayat lain menyebutkan bahwa nama lengkapnya adalah al-Nu’man ibn Hammad ibn
al-Nu’man ibn Tsabit ibn al-Nu’man ibn al-Marzuban.
Terlepas dari perdebatan apakah perbudakan pernah
dialami oleh kakeknya atau tidak, Abu Hanifah dan ayahnya lahir dalam keadaan
merdeka. Kapasitas keilmuan dan kemuliaannya tidak terpengaruh oleh perdebatan
tersebut karena kemuliaan Abu Hanifah bukan berdasarkan nasab atau harta,
melainkan karena keunggulannya dalam ilmu pengetahuan, intelektualitas, dan
ketakwaan.
Dilahirkan di Kufah pada tahun 80 Hijriah. Di
kota yang sama, ia kemudian menghabiskan sebagian besar hidupnya di tengah
keluarga yang harmonis, sejahtera, dan kaya. Hidupnya pertamakali diarahkan
untuk menghapal al-Qur’an. Tidak mengherankan jika kemudian ia dikenal sebagai
orang yang paling sering membaca kitab suci tersebut. (Halaman 21)
Selain itu, masa mudanya juga disibukkan dengan
dunia perniagaan. Meski demikian, Abu Hanifah muda memiliki minat yang besar
terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini disebabkan oleh meratanya penyebaran ilmu
agama di tangan para sahabat dan tabi’in, selain oleh banyaknya perdebatan dan
dialog dengan aliran-aliran menyimpang di Kufah. Ia bahkan mulai berani
berdialog dan berdebat dengan penganut agama dan aliran yang berbeda ketika
menginjak usia remaja.
Selama 18 tahun, ia berguru kepada Hammad ibn Abi
Sulaiman. Menjadi murid andalan sang guru yang melebihi murid-murid yang
seangkatan dan bahkan yang lebih senior darinya. Dari Hammad inilah Abu Hanifah
mengambil fikih Irak yang merupakan representasi fikih Ali dan Abdullah ibn
Mas’ud. Dari Hammad juga, ia mengambil fatwa-fatwa fikih rasional al-Nakha’i.
Setelah itu, Abu Hanifah berguru kepada para guru
besar dari berbagai mazhab dan aliran yang berbeda-beda. Tidak hanya dari
kalangan ahli fikih Ahlus Sunnah atau dari kalangan ahli fikih yang menggunakan
qiyas dan rasionalitas dalam melihat
masalah keagamaan dan fikih. Ia menimba ilmu dari setiap orang yang
dipandangnya memiliki keunggulan keilmuan di satu bidang tertentu, meskipun
sebagian pemikirannya dianggap melenceng. (Halaman 83)
Di antara mereka ada yang berasal dari Kufah dan
Madinah, ada yang dari kalangan ahli naql,
ada yang dari kalangan ahli ra’y
(rasional), ada yang dari berbagai mazhab, ada yang dari kalangan ahli fikih,
ahli hadis, ahli qira’ah Al-Qur’an,
ahli bahasa, dan sebagainya. Dengan kata lain, Abu Hanifah selalu berguru
kepada ulama yang memiliki spesifikasi keilmuan yang khas dan unggul.
Sosok yang digambarkan memiliki sorot mata yang
tajam dan selalu menggunakan wewangian ini, memiliki pemikiran yang dalam. Ia
tidak berhenti hanya pada literal-literal teks, tetapi menelusuri semua yang
ada di balik teks, termasuk ‘illah
dan tujuan-tujuan yang tak terhingga. Bila di tangannya sudah terdapat ‘illah, ia menyingkirkan qiyas, lalu menetapkan suatu hukum dan menentukan suatu konsep yang utuh.
Selain itu, ia merupakan penganut kebebasan
berpikir. Sehingga, tidak mudah menafikan pemikiran orang lain, serta tidak
mengadopsi satu pemikiran tanpa membenturkannya dengan pemikiran dan akalnya.
Kebebasan berpikir membuatnya terlahir sebagai orang yang bebas, tidak pernah
tunduk kecuali kepada teks Al-Qur’an, sunnah, atau fatwa sahabat.
Sayangnya, periode Abu Hanifah bukanlah periode
pembukuan dan kodifikasi. Sehingga tidak banyak karya tulis yang diwariskannya,
kecuali al-Fiqh al-Akbar, al-Fiqh
al-Awsath, al-‘Alim wa al-Muta’allim, dan Kitab al-Washiyyah. Kendati
demikian, ia banyak mempengaruhi kitab dan risalah sesudahnya. Adalah Abu
Hanifah orang yang pertama menyusun tema fikih dalam bab-bab. Ia juga orang
pertama yang merumuskan tema waris dan syarat-syaratnya. (Halaman 321)
Buku berjudul lengkap Biografi Imam Abu Hanifah ini,
dikemas dalam narasi-narasi singkat namun padat disertai dengan bumbu ilustrasi
yang memikat, sehingga berhasil menyuguhkan riwayat hidup sang Imam secara
menarik sebagaimana yang dikendaki oleh Tariq Suwaidan, penulisnya.
Selain itu, buku
setebal 348 Halaman ini bukan sekedar biografi, namun
merupakan karya bergizi yang menggugah pembaca untuk sadar dan terhubung dengan
warisan intelektual Islam dan figur-figur teladan yang tak lekang oleh waktu
sehingga dapat terus mengilhami di zaman yang terus berubah. Termasuk sang pengusung kebebasan berpikir ini.
No comments:
Post a Comment