Judul Buku: The Tombs of Atuan
Penulis: Ursula K. Le Guin
Penerjemah: Harisa Permatasari
Penerbit: Media Klasik Fantasi
Cetakan: Pertama, Desember 2010
Tebal: 268 Halaman
Harry Potter bisa jadi merupakan novel terlaris sepanjang masa. Cerita karya penulis Inggris J.K. Rawling ini mengisahkan keberadaan dua dunia secara pararel, dunia manusia (muggle) dan dunia sihir. Dengan menempatkan sosok Harry Potter sebagai tokoh utama, seorang anak yang berhasil lolos dari ancaman kematian yang ditebarkan oleh penyihir keji paling ditakuti di dunia sihir sekaligus pembunuh kedua orang-tuanya, Voldemort.
Peristiwa ini membuat Harry menderita sekaligus istimewa di dunia sihir. Harry kecil kemudian diasuh oleh pamannya di dunia manusia selama bertahun-tahun. Setelah dirasa cukup usia, ia tinggal di asrama sekolah sihir bersama teman-teman seusianya. Pengalaman Harry bersekolah inilah yang menjadi sentra dari novel tersebut. Karena disana ia memperoleh kekuatan dan kemampuan bertarungnya menggunakan ilmu sihir. Selain itu, disana pula Harry harus bertarung menghadapi musuh-musuhnya, terutama Voldemort yang terbangun dari tidur panjangnya.
Sedikit yang mengetahui, bahwa jauh sebelum Harry Potter lahir, kisah mengenai seorang anak yang memiliki bakat luar biasa dalam ilmu sihir telah hadir lebih dulu. Bukan kebetulan pula jika tokoh utamanya memiliki tanda luka parut di wajah dan pernah mengenyam pendidikan di sekolah sihir, tempat ia menempa kemampuannya secara matang dari para master terkemuka. Buku yang dimaksud adalah The Earthsea Cycle. Sebuah buku yang sedikit banyak telah mempengaruhi dunia Harry Potter rekaan J.K. Rawling.
Bercerita tentang sosok penyihir muda bernama Ged atau biasa dikenal sebagai Sparrowhawk di dunia Earthsea, murid satu-satunya dari penyihir besar Ogion yang kekuatannya mampu menghentikan gempa bumi. Dalam petualangannya kali ini, setelah ia keluar dari sekolah sihir Roke di kota Thwil di bawah bimbingan langsung seorang Archmage teman Ogion, Ged mendatangi situs pemakaman Atuan untuk mendapatkan cincin Erreth Akbe, sebuah cincin yang dipercaya akan membawa kedamaian ke kota Avnor.
Makam Atuan terdapat jauh di kedalaman perut bumi dan memasukinya hanya dapat ditempuh melalui lorong-lorong rahasia dan gelap. Berupa sembilan batu yang sudah ada sejak Earthsea diciptakan. Batu-batu itu ditanam di tengah kegelapan saat daratan diangkat dari kedalaman samudera. keberadaanya lebih tua dari Dewa Kargad dan Dewa Kembar, para penguasa Atuan, bahkan lebih tua dari cahaya itu sendiri. Batu-batu itu merupakan nisan bagi mereka yang memerintah sebelum dunia manusia diciptakan. Tidak mengherankan jika kekuatan sihir manusia, tidak dapat bertahan lama disini sebagaimana yang dialami oleh Ged. Disinilah tempat kegelapan bertahta abadi.
Kondisinya semakin buruk mengingat ia diburu oleh para pendeta makam, yang telah mengendus kehadirannya di situs terlarang ini. Ia kemudian ditemukan oleh Arha alias Tenar, seorang pendeta wanita yang diproyeksikan menjadi pimpinan kuil. Tenar juga diyakini sebagai reinkarnasi dari para pendeta agung sebelumnya, hingga tak mengherankan semenjak kecil ia mendapat perlakukan istimewa dari tutornya di makam Atuan.
Namun rupanya keraguan mulai menyelinap di hati dan benak Tenar akan keyakinannya selama ini. Bukan hanya disebabkan perilaku hipokrit para pendeta wanita yang ia lihat, namun lebih dikarenakan pada dasarnya jiwa Tenar yang bersih ibarat sebuah lentera yang terbungkus rapat dan tertutup, tersembunyi di dalam tempat gelap. Cahayanya bersinar dan tak dapat dipadamkan oleh kejahatan yang ditularkan dari tempat gelap dan sesat tersebut. Kondisi ini membawa Tenar pada dua pilihan sulit, menghabisi Ged dengan kemungkinan ia dapat merenda mimpinya menjadi seorang pemimpin pendeta atau justru menyelamatkannya dari kekejian makam Atuan yang berarti ia harus menjadi buronan dari para pendeta makam sekaligus memupus masa depannya sebagai penguasa situs.
Kisah fantasi karya Ursula Le Guin ini bukan hanya mampu menginspirasi Rawling dengan dunia Harry Potter-nya, namun dengan alat tenun fiksi fantasi, Le Guin mampu merajut bagian yang terlupakan oleh J.R.R. Tolkien dalam Lord of The Ring, mengepul dengan naga-naga dan ramai dengan sihir. Bahkan keberadaan Earthsea mampu menggantikan Middle Earth sebagai tanah baru bagi persemaian petualangan fantasi yang diperkaya dengan lautan dan gugusan pulau.
Sayangnya tidak seperti buku pertamanya, buku ini terlalu banyak mengupas sisi kehidupan sosok Tenar berikut keberadaan makam Atuan. Tercatat tidak kurang dari separuh bagian buku ini dihabiskan untuk membahasnya, padahal keseluruhan buku pada dasarnya merupakan sebuah cerita yang diperuntukkan bagi “dunia” Ged. Hal ini membuat pembaca pemula akan menemui kesulitan untuk membedakan antara plot dan sub-plot dalam buku ini, kecuali membaca seri pertama A Wizard of Earthsea terlebih dahulu. Namun hal tersebut tidak mereduksi keelokan dunia sihir yang hendak ditawarkan. Terlebih hal tersebut dapat diatasi dengan membaca sinopsis terlebih dahulu yang terdapat di bagian akhir buku.
Buku kedua dari The Earthsea Cycle ini akan membawa pembaca menyeberangi alam fantasi yang jika diandaikan keberadaannya sebagai masa lalu dari dunia yang kita huni, sebuah dunia dimana mitos dan sistem kepercayaan terhadap hal-hal yang supra rasional masih eksis di masyarakat hingga akhirnya mengendap menjadi sebuah legenda. Disinilah keterampilan penulisnya dalam meramu legenda-legenda tersebut yang dipadukan dengan imajinasinya yang kaya sehingga mampu menciptakan suatu karya cerita yang enak dibaca.
sip lah!
ReplyDeleteiraha-iraha arek diajar resensi ah...
siiip...engke nya...:)
ReplyDelete