Koran Jakarta, 13 September 2014
Judul Buku: NLP: The Art of
Enjoying Life
Penulis: Teddi Prasetya Yuliawan
Penerbit: Serambi
Cetakan: I, 2014
Tebal: 500 Halaman
Dewasa ini
metode Neuro-Linguistic Programming atau NLP banyak diminati berbagai kalangan sebagai sebuah metode untuk
mengubah sumber daya manusia menjadi lebih baik secara efektif. Mulai
dikembangkan sejak era 1970-an, oleh para pakar dari Beragam disiplin keilmuan
antara lain neurologi, psikologi, linguistik. Terutama oleh Richard Bandler dan
John Grinder.
Bandler dan Grinder juga mengklaim bahwa NLP dapat mengobati masalah
seperti depresi, pobia, gangguan kebiasaan, penyakit psikosomatik, miopi,
alergi, flu, dan gangguan belajar. Hebatnya, menurut keduanya, semua penyakit
tersebut terkadang dapat disembuhkan hanya dalam satu sesi terapi. Lalu
benarkah demikian ?
Buku berjudul NLP: The Art of
Enjoying Life ini dihadirkan
oleh Teddi
Prasetya Yuliawan, penulisnya, dalam bentuk yang sistematis
sekaligus ringan mudah dicerna pembaca dan tersebar dalam dua belas bab.
Sebagian referensi yang digunakan merujuk pada para pakar serta praktisi utama
NLP, terutama dua tokoh yang disebutkan di atas.
Selain itu, pengalaman penulis selama kurang lebih lima tahun sejak
pertamakali mengenal konsep NLP hingga menjadi seorang praktisi terkemuka seperti
saat ini yang banyak berinteraksi dengan beragam kalangan semakin memperkaya
dan mewarnai isi buku ini. Kontribusinya sebagai pendiri Indonesian NLP
Society, sebuah komunitas virtual pembelajar NLP dengan anggota lebih dari 950
orang, membuktikan kepakarannya dalam bidang NLP di Indonesia.
Dirunut dari akar kata yang membentuknya, proses perubahan tersebut
dilakukan dengan cara melakukan intervensi (Programming)
terhadap program yang ada dalam pikiran (neuron)
dengan menggunakan media bahasa (language).
Dengan demikian NLP berkutat tentang perubahan.
NLP berasumsi bahwa tiap manusia telah memiliki program dalam diri
masing-masing baik yang didapat melalui keturunan (genetik) maupun proses
belajar selama hidup. Tugas NLP adalah menyesuaikan atau mengubah program
tersebut sehingga menjadikan si empunya lebih efektif sebagai individu. Pikiran
sebagai pusat dari kesatuan proses fisiologis dan emosi menjadi fokus utama
dalam hal ini.
Sedangkan media bahasa digunakan secara dominan sebab proses intervensi
hakikatnya adalah proses komunikasi antar bagian-bagian (parts) dalam diri manusia sehingga
selaras dengan perubahan yang diinginkan. Karena keterkaitan erat antara
pikiran dengan bahasa inilah maka kata neuro
dan linguistic
selalu dituliskan dengan cara disambung dalam NLP. (Halaman 28-29)
Bahasa menjadi titik sentral bagi penentu state,
alias kondisi pikiran-perasaan yang dialami. Ubah bahasanya, state pun berubah. Tidaklah
mengherankan, orang-orang sukses adalah mereka yang punya tabungan kosakata
baik lebih banyak daripada mereka yang sengsara. Dan, orang-orang biasa serta
orang-orang gagal adalah mereka yang pakar dalam mengumpulkan kosakata negatif.
Gambar, suara, rasa, aroma, dan sensasi yang ada dalam pikiran manusia
dalam NLP disebut sebagai Internal Representation. Dalam bahasa psikologi ia
dikenal dengan istilah persepsi. Representasi internal inilah yang mempengaruhi
state, dan ujung-ujungnya
mempengaruhi perilaku.
Perlu diingat, NLP tidak bicara secara spesifik sebuah angka tertentu
untuk menentukan hasil ataupun durasi, namun menemukan mana di antara proses
yang ada saat ini yang paling efektif untuk menciptakan perubahan. Sehingga
urusan NLP bukanlah soal cepat atau lambat, melainkan efektif atau tidak.
Proses intervensi dalam NLP tidak berurusan dengan positif atau
negatifnya sebuah perilaku, melainkan fokus pada bagaimana sebuah perilaku bisa
muncul secara excellent
alias otomatis tanpa dimunculkan secara sadar. Satu-satunya cara untuk
melakukkannya adalah dengan proses modeling.
Sebuah teknik yang menjadi inti keunikan dari NLP itu sendiri.
Modeling dapat didefinisikan
sebagai sebuah proses replikasi sebuah perilaku yang excellent. Alih-alih bertanya mengapa
perilaku tersebut bisa dimiiki seseorang, modeling mengurai bagaimana persisnya
seseorang memunculkan perilaku excellentnya secara konsisten. Memahami proses
“bagaimana” tersebut, praktisi NLP mampu melakukan apa yang mereka lakukan
secepat mungkin. (Halaman 424)
Dalam praktiknya, NLP dapat diaplikasikan dalam beragam bidang, mulai
dari psikoterapi, coaching,
bisnis, pendidikan, kesehatan, keluarga, hingga spiritual. Semuanya menunjukkan
betapa NLP merupakan sebuah seni kehidupan yang mampu merembes ke berbagai
aspek kehidupan manusia.
Seorang praktisi NLP sejatinya adalah seorang guru yang mengajari klien
bagaimana cara untuk menyelesaikan masalahnya sendiri saat ini, dan masalah
lain pada masa-masa mendatang. Dengan demikian pelatihan NLP sejatinya bukanlah
sebuah proses terapi, melainkan sebuah model pembelajaran untuk menuju kehidupan
yang lebih berbahagia. (Halaman 368)
Buku setebal lima ratus halaman ini selain mudah dipahami dan
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari juga materi-materi yang disajikannya
memiliki alur rangkaian yang tidak memancing kebingungan. Terutama bagi para
pembaca yang baru mengenal dan mempelajari konsep NLP. Sehingga baik pencari
kepraktisan maupun yang menginginkan eksplorasi intelektual, buku ini
diharapkan dapat memenuhi keduanya.
No comments:
Post a Comment