Thursday, November 1, 2012

Gurita Bisnis Tembakau Dunia


Radar Surabaya, 28 Oktober 2012

Judul Buku: Tembakau Negara dan Keserakahan Modal Asing
Penulis: Herjuno Ndaru Kinasih, dkk.
Penerbit: Indonesia Berdikari
Cetakan: I, 2012
Tebal: 188 Halaman

Tembakau merupakan komoditas yang memiliki signifikansi di bidang pertanian, keuangan, dan juga perdagangan. Tembakau selain menjadi komoditas andalan petani di berbagai negara, juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap keuangan negara melalui cukai dari produksi, distribusi, dan konsumsi rokok.

Bisnis tembakau merupakan bisnis besar yang melibatkan banyak aktor di banyak negara. Di Indonesia, tembakau merupakan komoditas yang memiliki daya tahan terhadap krisis ekonomi sebagaimana terjadi pada tahun 1997-1998 lalu. Bahkan, komoditas ini mampu mendongkrak devisa negara. (Halaman 165)


Tidaklah mengherankan jika kemudian beberapa negara menerapkan kebijakan yang dirasa mampu menopang bisnis tembakau dalam negeri mereka. Amerika Serikat misalnya, menerapkan Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act, sebuah kebijakan yang secara eksplisit menunjukkan pemberlakuan hambatan non-tarif terhadap produk tembakau impor.

Buku berjudul lengkap Tembakau Negara dan Keserakahan Modal Asing ini, lahir hasil penelitian sosial yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan perbandingan kebijakan di berbagai negara. Ditulis oleh tiga orang peneliti  Indonesia; Herjuno Ndaru Kinasih, Rika Febriani, dan Sulistyoningsih.   

China, Brasil, india, dan Amerika Serikat merupakan negara produsen daun tembakau terbesar di dunia. Tahun 2002 keempat negara tersebut memproduksi 4,0 juta ton tembakau atau 64 % dari produksi tembakau dunia, dan naik menjadi 67 % lima tahun kemudian. Sementara Indonesia hanya memproduksi 165 ribu ton pada tahun 2007, dengan 42 triliun rupiah yang diterima negara (Halaman  20).

Pasar tembakau global bernilai US$ 378 miliar, dengan pertumbuhan 4,6 % pada tahun 2007. Tahun ini nilai pasar tembakau global diproyeksikan meningkat 23 %, mencapai US$ 464,4 miliar. Besarnya ceruk keuntungan yang dapat diraup dari bisnis ini, menjadikan beberapa negara berusaha mengoptimalkan pendapatan dari tembakau. (Halaman 110)

Pemerintah Amerika Serikat telah lama memiliki program untuk membantu petani tembakau, salah satunya adalah program bantuan harga tembakau (tobacco price support program). Dibuat untuk mendukung pendapatan dan menstabilkan harga tembakau yang diterima petani. Intinya, petani tembakau menerima dukungan dari pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Hasilnya, pertanian dan industri tembakau memberikan sumbangan besar setiap tahunnya terhadap perdagangan komoditas Amerika. Hasil ekspor tembakau unmanufactured Amerika pada tahun 2009 mencapai 179 ribu metrik ton, meningkat dari 173 ribu metrik ton pada 2008, dengan nilai ekspor tahun 2009 sebesar US$ 1,2 juta.

Lain Amerika, lain pula China. Industri tembakau di negara ini mengadopsi sistem kepemimpinan terpadu, manajemen vertikal, dan monopoli operasi. The State Tobacco Monopoly Administration dan China National Tobacco Corporation bertanggung jawab untuk manajeman terpusat terhadap seluruh elemen yang terkait dengan industri tembakau di negara tersebut.

Perusahaan tembakau negara diharuskan membeli, pada harga tetap, seluruh daun tembakau yang diproduksi petani pada areal tanaman yang dikontrak. Pemerintah memiliki kontrol yang efektif melalui perencanaan produksi, mengontrak areal, menetapkan harga, dan mengendalikan pemasaran. Pemerintah juga terlibat secara langsung dalam mengendalikan produksi petani.

Pemerintah China sangat menyadari, mereka membutuhkan industri tembakau untuk menopang pembangunan ekonominya. Hasilnya, selama Januari–Juni 2007, industri tembakau China mendaftarkan lebih dari 200 miliar Yuan (US$ 27 miliar) dalam keuntungan sebelum pajak.  (Halaman 47-53)

Iroisnya, pemerintah Indonesia memiliki sikap yang berbeda dengan negara-negara tersebut. Pemerintah tidak memiliki aturan khusus dalam industri dan pertanian tembakau. Hal ini pula yang menyebabkan banyaknya perusahaan multinasional tembakau yang leluasa beroperasi di negara ini.

Padahal, tembakau memiliki peran yang cukup nyata dalam perekonomian nasional sebagai sumber penerimaan negara dan cukai. Tercatat, 51 triliun rupiah masuk ke kas negara pada tahun 2008, dan pada tahun 2011 menjadi 60,7 triliun. Sayangnya peningkatan tersebut disebabkan kebijakan peningkatan harga jual eceran, sementara produksi rokok cenderung menurun.    

Buku setebal 188 Halaman ini, mendedah kebijakan investasi dan perdagangan negara-negara yang menjadi aktor utama dalam pertanian dan industri tembakau. Selain itu, strategi dalam melindungi industri nasional dari persaingan global dan dipaparkan berdasarkan fakta-fakta yang bisa dipertanggung jawabkan.           

Tujuannya, agar pembaca memahami gurita bisnis tembakau dunia serta mampu bersikap secara lebih komprehensif atas isu-isu seputar bisnis tembakau, seperti isu kesehatan yang kerap menjadi batu sandungan industri ini di tanah Air. Selamat membaca.

No comments:

Post a Comment